MENGAWAL KEBEBASAN BEREKSPRESI
“Adagium kebebasan dalam ruang
kekinian seolah menjadi slogan setiap orang. Semua begitu gampang beralibi
dengan nama kebebasan sekaligus berlindung dibalik layar kebebasan itu
atas berbagai aksi yang dilakukan. Gemuruh kebebasan semakin nyaring seiring
dengan gegap gempita reformasi di negeri ini. Dengan bertameng demokrasi dan
Hak Asasi Manusia, kebebasan menjadi semboyan yang selalu nyaring
disuarakan berbagai kelompok. Kebebasan artinya bebas tanpa norma dan batas” (Marsuli Abidin, 2014).
Arti sebuah kebebasan seolah
melindungi semua faham, walaupun harus
bertabrakan dengan kaidah-kaidah prinsip yang telah ditegaskan dalam suatu
agama. Semua perilaku selalu merasa dilindungi oleh kebebasan.
Tarian erotis, pornografi, pergaulan bebas, bahkan penyalah gunaan obat berargumentasi dengan ‘dalil’ kebebasan.
Di akhir zaman ini wacana kebebasan seolah
menjadi satu-satunya landasan berfikir utama bagi banyak orang, sekaligus merupakan biang keladi terhadap kenisbian/ketidak pastian makna kebebasan itu
sendiri.
Hal ini terjadi karena sekelompok orang hanya memaknainya secara etimologis bahwa, kebebasan adalah lepas
dari tuntutan, kewajiban dan perasaan takut; tidak terikat atau terbatas oleh
aturan-aturan merdeka (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1990).
Hakikat kebebasan manjadi bias dan
tidak pasti. Celakanya, relativitas terhadap makna kebebasan ini dijadikan sebagai standar kebenaran yang berujung
pada kesepakatan
umum. Jadi dalam hal ini kebenaran suatu perkara diukur dari keumuman yang dikehendaki
publik,
bukan keharusan normatif.
Lihatlah, trend kekinian lebih menarik perhatian dari pada norma dan kaidah agama yang jauh lebih baik dan benar.
Sungguh mengerikan karena hal ini berpengaruh pula kepada generasi muda Islam. Mereka akan mengikuti kekeliruan itu tanpa menyadarinya. Hal ini telah diperingatkan oleh baginda Rasululah saw:
ﻟﺗﺗﺒﻌﻦ ﺍﻟﻧ ﻴﻦ ﻤﻦ ﻗﺒﻟﻜﻢ
ﺷﺒﺮﺍ ﺒﺷﺒﺮ ﻭﺫ ﺮﺍﻋﺎ
ﺑﺫ ﺮﺍﻉ ﺤﺗﻰ ﻟﻮ ﺴﻟﻜﻮﺍ ﺠﺤﺮﺿﺐ ﻟﺴﻟﻜﺗﻤﻮﻩ
“Kalian
pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam
lubang dhabb, kalian pun memasukinya” (Muttafaq ‘alah,
dari Abu Sa’id Al Khudrira).
Oleh karena itu, orang-orang kafir merasa gembira
bila kaum muslimin menyerupakan diri dengan mereka dalam keadaan atau perilakunya. Padahal telah diingatkan kepada kita sebagai
mana hadits
dari Ibnu ‘Umar radhiallaahu ‘anhuma, beliau saw bersabda :
ﻤﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺒﻘﻮﻢ ﻓﻬﻭ ﻤﻨﻬﻢ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.(HR. Abu Daud
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Allah ‘Azza wa Jalla telah melarang kita agar tidak
mengikuti perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan rasulnya, sebagaimana firman Nya :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggung jawabannya” (Al-Isra’
: 36).
Ayat diatas secara tegas memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk tidak ikut-ikutan dan harus mempelajari suatu perkara sebelum memutuskan ya atau tidak terhadap perkara tersebut. Baik sesuatu itu terkait dengan urusan agama
maupun urusan keduniaan karena ada “ancaman” bahwa segala sikap akan dimintakan
pertanggungjawabannya”.
Kehidupan sosial masyarakat saat ini sangat mengkhawatirkan, kondisi ini tentu tidak dapat kita pandang sebelah mata, sebagai bagian dari masyarakat, kita harus peduli dan konsen terhadap urusan ini.
Beberapa diantara faktor yang berpengaruh buruk terhadap generasi antara lain :
1. Sikap
permisif masyarakat terhadap masuknya budaya luar. Sebagian dari kita cenderung acuh terhadap apa yang terjadi di lingkungan
sekitar,
sehingga anomaly perilaku generasi muda terlihat lumrah dan baik-baik saja karena dianggap sebagai kebebasan berekspresi dan merupakan bagian dari proses perkembangan ke arah kehidupan modern.
2. Peran beberapa media baik cetak, elektronik
maupun media
online hampir tidak mengenal batas. Semua informasi disajikan secara transparan dan vulgar tanpa
kemasan.
3.
Opini
para pakar yang disampaikan hanya berdasarkan kajian teoritis subyektif dan tidak mempertimbangkan
dampak dari opininya tersebut. Kerancuan opini yang disunguhkan di hadapan publik jika diterima oleh para remaja yang masih
mencari jati diri bisa mengancam tatanan kehidupan masyarakat terutama generasi muda.
4.
Agama hanya
diposisikan sebagai sarapan kedua dan
pelengkap obrolan di warung kopi, bukan tuntunan utama. Sehingga
sebagian
orang – disadari
atau tidak – telah mengesampingkan
tuntunan
agama yang berseberangan dengan keinginan, hasrat, syahwat dan kepentingan tertentu.
Di bagian akhir ini penulis
menyampaikan langkah penting untuk membentengi pengaruh buruk dari kebebasan berekspresi dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Tumbuh suburkan keyakinan bahwa Rasulullah saw adalah
satu-satunya teladan bagi kita, sebagaimana firman Allah :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...." (Al Ahzab : 21).
2.
Membaca Al Qur’an dan mempelajari/memahami
isinya serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Selektif
terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial
budaya bangsa.
4.
Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
5.
Jujur pada diri sendiri.
6.
Menghentikan atau mengurangi menonton acara televise atau media lain yang kurang bermanfaat dengan hanya menonton tayangan yang mendidik.
7.
Banyak melakukan aktifitas positif.
8.
Berpikir
masa depan.
9.
Para
orang tua sebaiknya lebih dekat dengan anak, dan
berusaha menjadi teman untuk anaknya
sehingga dapat memberikan nasihat kepada anak dan
anak harus memperhatikannya.
10.
Masyarkat
hendaknya membantu pemerintah, dalam mengantisipasi perkembangan budaya barat
atau budaya asing yang bersifat negatif.
WallaahuA’lam.
DAFTAR BACAAN :
Endi SZ dan
Nelty Kh, 2015,Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Kemdikbud, Jakarta.
Hj. Iim Halimah
dkk, 2014,Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Erlangga, Jakarta.
KH. Ibrahim
Hosen, Prof., 2009,Al Qur’an dan Tafsirnya, Karya Toha Putra, Jakarta.
Marsuli Abidin,
2014,Terminologi
Kebebasan dalam Perspektif Islam, Daarussalam Gontor.
Muhammad Syakir,
1996, Selamatkan Akhlakmu, Gema Insani Press, Jakarta.
Pradana Boy,
2008,Fikh
Jalan Tengah, Karya Kita, Bandung.
Sofyan Efendi, Ringkasan Syarah Arba’in Nawawi, _______