-->

MENGAWAL KEBEBASAN BEREKSPRESI

Syahirahzuki.blogspot.com

Adagium kebebasan dalam ruang kekinian seolah menjadi slogan setiap orang. Semua begitu gampang beralibi dengan nama kebebasan sekaligus berlindung dibalik layar kebebasan itu atas berbagai aksi yang dilakukan. Gemuruh kebebasan semakin nyaring seiring dengan gegap gempita reformasi di negeri ini. Dengan bertameng demokrasi dan Hak Asasi Manusia, kebebasan menjadi semboyan yang selalu nyaring disuarakan berbagai kelompok. Kebebasan artinya bebas tanpa norma dan batas (Marsuli Abidin, 2014).
Arti sebuah kebebasan seolah melindungi semua faham, walaupun harus bertabrakan dengan kaidah-kaidah prinsip yang telah ditegaskan dalam suatu agama. Semua perilaku selalu merasa dilindungi oleh kebebasan. Tarian erotis, pornografi, pergaulan bebas, bahkan penyalah gunaan obat berargumentasi dengan ‘dalil’ kebebasan.
Di akhir zaman ini wacana kebebasan seolah menjadi satu-satunya landasan berfikir utama bagi banyak orang, sekaligus merupakan biang keladi terhadap kenisbian/ketidak pastian makna kebebasan itu sendiri.
Hal ini terjadi karena sekelompok orang hanya memaknainya secara etimologis bahwa, kebebasan adalah lepas dari tuntutan, kewajiban dan perasaan takut; tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan merdeka (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1990).
Hakikat kebebasan manjadi bias dan tidak pasti. Celakanya, relativitas terhadap makna kebebasan ini dijadikan sebagai standar kebenaran yang berujung pada kesepakatan umum. Jadi dalam hal ini kebenaran suatu perkara diukur dari keumuman yang dikehendaki publik, bukan keharusan normatif.
Lihatlah, trend kekinian lebih menarik perhatian dari pada norma dan kaidah agama yang jauh lebih baik dan benar.
Sungguh mengerikan karena hal ini berpengaruh pula kepada generasi muda Islam. Mereka akan mengikuti kekeliruan itu tanpa menyadarinya. Hal ini telah diperingatkan oleh baginda Rasululah saw:
ﻟﺗﺗﺒﻌﻦ ﺍﻟﻧ ﻴﻦ ﻤﻦ ﻗﺒﻟﻜﻢ  ﺷﺒﺮﺍ ﺒﺷﺒﺮ ﻭﺫ ﺮﺍﻋﺎ
ﺑﺫ ﺮﺍﻉ ﺤﺗﻰ ﻟﻮ ﺴﻟﻜﻮﺍ ﺠﺤﺮﺿﺐ ﻟﺴﻟﻜﺗﻤﻮﻩ
“Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang dhabb, kalian pun memasukinya(Muttafaq ‘alah, dari Abu Sa’id Al Khudrira).
Oleh karena itu, orang-orang kafir merasa gembira bila  kaum muslimin  menyerupakan diri dengan mereka dalam keadaan atau perilakunya. Padahal telah diingatkan kepada kita sebagai mana hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallaahu ‘anhuma, beliau saw bersabda :
ﻤﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺒﻘﻮﻢ ﻓﻬﻭ ﻤﻨﻬﻢ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.(HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Allah ‘Azza wa Jalla telah melarang kita agar tidak mengikuti perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan rasulnya, sebagaimana firman Nya :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya” (Al-Isra’ : 36).
Ayat diatas secara tegas memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk tidak ikut-ikutan dan harus mempelajari suatu perkara sebelum memutuskan ya atau tidak terhadap perkara tersebut. Baik sesuatu itu terkait dengan urusan agama maupun urusan keduniaan karena ada “ancaman” bahwa segala sikap akan dimintakan pertanggungjawabannya”.
Kehidupan sosial masyarakat saat ini sangat mengkhawatirkan, kondisi ini tentu tidak dapat kita pandang sebelah mata, sebagai bagian dari masyarakat, kita harus peduli dan konsen terhadap urusan ini.
Beberapa diantara faktor yang berpengaruh buruk terhadap generasi antara lain :
1.     Sikap permisif masyarakat terhadap masuknya budaya luar. Sebagian dari kita cenderung acuh terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar, sehingga anomaly perilaku generasi muda terlihat lumrah dan baik-baik saja karena dianggap sebagai kebebasan berekspresi dan merupakan bagian dari proses perkembangan ke arah kehidupan modern.
2.    Peran beberapa media baik cetak, elektronik maupun media online hampir tidak mengenal batas. Semua informasi disajikan secara transparan dan vulgar tanpa kemasan.
3.       Opini para pakar yang disampaikan hanya berdasarkan kajian teoritis subyektif dan tidak mempertimbangkan dampak dari opininya tersebut. Kerancuan opini yang disunguhkan di hadapan publik jika diterima oleh para remaja yang masih mencari jati diri bisa mengancam tatanan kehidupan masyarakat terutama generasi muda.
4.       Agama hanya diposisikan sebagai sarapan kedua dan pelengkap obrolan di warung kopi, bukan tuntunan utama. Sehingga sebagian orang disadari atau tidak – telah mengesampingkan tuntunan agama yang berseberangan dengan keinginan, hasrat, syahwat dan kepentingan tertentu.
Di bagian akhir ini penulis menyampaikan langkah penting untuk membentengi pengaruh buruk dari kebebasan berekspresi dapat disampaikan sebagai berikut :
1.       Tumbuh suburkan keyakinan bahwa Rasulullah saw adalah satu-satunya teladan bagi kita, sebagaimana firman Allah :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...." (Al Ahzab : 21).
2.       Membaca Al Qur’an dan mempelajari/memahami isinya serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.       Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
4.       Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
5.       Jujur pada diri sendiri.
6.       Menghentikan atau mengurangi menonton acara televise atau media lain yang kurang bermanfaat dengan hanya menonton tayangan yang mendidik.
7.       Banyak melakukan aktifitas positif.
8.       Berpikir masa depan.
9.       Para orang tua sebaiknya lebih dekat dengan anak, dan berusaha menjadi teman untuk anaknya sehingga dapat memberikan nasihat kepada anak dan anak harus memperhatikannya.
10.    Masyarkat hendaknya membantu pemerintah, dalam mengantisipasi perkembangan budaya barat atau budaya asing yang bersifat negatif.
WallaahuA’lam.

DAFTAR BACAAN :
Endi SZ dan Nelty Kh, 2015,Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Kemdikbud, Jakarta.
Hj. Iim Halimah dkk, 2014,Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Erlangga, Jakarta.
KH. Ibrahim Hosen, Prof., 2009,Al Qur’an dan Tafsirnya, Karya Toha Putra, Jakarta.
Marsuli Abidin, 2014,Terminologi Kebebasan dalam Perspektif Islam, Daarussalam Gontor.
Muhammad Syakir, 1996, Selamatkan Akhlakmu, Gema Insani Press, Jakarta.
Pradana Boy, 2008,Fikh Jalan Tengah, Karya Kita, Bandung.
Sofyan Efendi, Ringkasan Syarah Arba’in Nawawi, _______

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel