Perkembangan Islam di Indonesia (Materi Kelas XII)
RAHMAT ISLAM BAGI NUSANTARA
Kompetensi Dasar
1.
Meyakini kebenaran bahwa dakwah
dengan cara damai, Islam diterima oleh masyarakat di Indonesia
2.
Menjun-jung tinggi kerukunan dan
kedamaian dalam kehidupan sehari hari
3.
Menganalisis dan mengevaluasi
sejarah perkembangan Islam di Indonesia
4.
Menyaji-kan nilai-nilai keteladanan
tokoh-tokoh dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia
Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
Mampu menunjukkan kebenaran bahwa
dakwah dengan cara damai, Islam diterima oleh masyarakat di Indonesia
2.
Mampu menjelaskan pentingnya menjunjung tinggi
kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan sehari hari
3.
Mampu menganalisis sejarah
perkembangan Islam di Indonesia
4.
Mampu menjelaskan nilai-nilai
keteladanan tokoh-tokoh dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia
Membuka Relung
Kalbu
Keberadaan
Islam di Indonesia tidak terlepas dari sejarah masa lalu. Makna sejarah ialah
dialog pemikiran antara seseorang dengan fakta hasil rekaman masa lampau.
Semestinya fakta itu harus disusun sejujur mungkin, sehingga tidak terjadi
kebenaran semu atau pemutarbalikan makna suatu peristiwa. Pemutarbalikan
kebenaran pun terjadi dalam penulisan sejarah Islam di Indonesia. Misalnya
sering kita temukan buku ejarah
menulis tentang mula-mula masuknya Islam di Indonesia pada abad ke-13, padahal sudah diambil keputusan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah (abad ke 7 Masehi) langsung dari Arab. Keputusan ini diambil melalui berkalikali seminar dimulai tahun 1963 di Medan dilanjutkan pada tahun 1978 di Banda Aceh dan seminar terakhir pada tahun 1980.
menulis tentang mula-mula masuknya Islam di Indonesia pada abad ke-13, padahal sudah diambil keputusan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah (abad ke 7 Masehi) langsung dari Arab. Keputusan ini diambil melalui berkalikali seminar dimulai tahun 1963 di Medan dilanjutkan pada tahun 1978 di Banda Aceh dan seminar terakhir pada tahun 1980.
Mengapa terjadi
perbedaan pendapat dalam rentang waktu yang begitu panjang? Di satu pihak
berpendapat abad ke7, sementara dipihak lain berpendapat abad ke-13. Pendapat
yang terakhir disponsori oleh ahli sejarah asing, di antaranya yaitu Snouck
Hurgronje. Kita menyadari bahwa ahli sejarah asing, ketika berbicara tentang
Islam menghasilkan pendapat yang tidak jujur dan subjektif. Hal ini disebabkan
karena
beberapa faktor, berikut ini.
beberapa faktor, berikut ini.
1.
Berusaha menyelewengkan atau mendangkalkan sisi sejarah Islam.
2.
Metodologi penulisan sejarah yang sangat subjektif.
3.
Pemahaman
mereka tentang Islam hanya sepotong-potong dan tidak utuh.
Dalam rangka
menghindari ketidakjujuran tentang fakta sejarah, maka diperlukan ahli sejarah
bangsa sendiri untuk mempelopori penulisan sejarah Indonesia, termasuk umat
Islam melalui metodologi dan penelitian yang objektif.
A. Tadarus Al Qur’an.
Di awal
pertemual para siswa membaca Al Qur’an dalam rangka mengembangkan kelancaran
membaca dan mandawamkan membaca Al Qur’an.
B.
Menganalisis
dan Mengevaluasi Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Para pakar sejarah berbeda pendapat mengenai sejarah masuknya Islam
ke Nusantara. Setidaknya terdapat tiga teori besar yang dikembangkan oleh Ahmad
Mansur Suryanegara, yang terkait dengan asal
kedatangan, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
kedatangan, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Pertama, teori
Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran
para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
Kedua, teori Mekah. Islam dipercaya tiba
di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M.
Ketiga, teori Persia. Islam tiba di
Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya
singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Baik teori Gujarat maupun teori Persia, keduanya sama-sama
menetapkan bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 M. Namun teori Mekah
menetapkan kedatangan Islam ke Nusantara jauh sebelum itu, yaitu pada abad ke 7
M, saat Rasulullah saw. masih hidup.
Secara ilmiah, teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara
lebih awal, lebih penting untuk dibuktikan. Jika bukti-bukti teori Mekah telah
diangggap memadai dan ilmiah, maka teori lain yang menyatakan kedatangan Islam
sekitar abad 13 M., tidak perlu lagi dibuktikan.
Berikut beberapa uraian terkait dengan beberapa bukti yang
mendukung teori Mekah.
1.
Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum Nabi
Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang
Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
2.
Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National
University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia
Tenggara, dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi
(yang berarti Nabi Muhammad saw. belum lahir), beberapa jalur perdagangan utama telah
berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa
tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman
sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.
3.
Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan
Jawadengan Cina juga diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts. Ia menemukan
bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu.
“Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat
persinggahan kapalkapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad
kelima Masehi,” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan
saat itu terutama di selatan adalah ArabNusantara-China.
4.
Ditemukannya perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7
M. Berdasarkan sebuah okumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar
tahun 625 M (sembilan tahun setelah Rasulullah saw. Berdakwah terang-terangan),
di pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang
masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya. Di
perkampungan-perkampungan ini, orangorang Arab bermukim dan telah melakukan
asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan
lokal.
Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf alQur’an, karena mushaf baru selesai dibukukan pada zaman Khalifah
Usman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Sebab itu, cara berdoa dan beribadah
lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang
juga termasuk para hufaz atau penghapal al-Qur’an.
Dari berbagai literatur diyakini bahwa kampung Islam di daerah
pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama “Barus” atau yang juga disebut Fansur.
Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota
Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Amat mungkin Barus
merupakan kota tertua di Indonesia, mengingat dari seluruh kota di Nusantara
hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh
literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan
sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang
Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi,
juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar
niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur
barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer
dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat
pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses
II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!
5.
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya
agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M.
6.
Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya
tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
7.
HAMKA menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara
pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung
dan berdiam di pesisir Barat umatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa
penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama
Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini
kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di
merika.
8.
Sejarawan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) juga menguatkan
temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubalighmubaligh Islam asal jazirah
Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
9.
Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Prancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa
pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan
multietnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil,
Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.
10.
Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan, mengirimkan
utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat
itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah Raja Jay Sima,
putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
11.
Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan
tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab. Daerah yang disinggahi
adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan oleh para saudagar muslim dengan cara
damai.
12.
Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad
ke-11 M. yang berarti jauh sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama Islam, terutama
di daerah pesisir Sumatera, karena yang menyebarkan Islam di Jawa adalah para
mubalih dari Arab dan dari Pasai.
C. Strategi Dakwah Islam di Nusantara
Dari
pembahasan tentang masuknya Islam ke Nusantara, dapat dipahami bahwa masuknya
agama Islam ke Indonesia terjadi secara periodik, tidak sekaligus. Pada bagian
ini akan diuraikan mengenai strategi penyebaran Islam dan media yang
dipergunakan oleh para pedagang dan mubaligh dalam penyebaran Islam di
Indonesia.
Salah
satu arti “strategi” yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Dalam
konteks dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya.
Dari
kajian di atas dan berbagai literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan
yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di
Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian,
dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.
1. Perdagangan
Pada
tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia
adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu
lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan
ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia,
India, Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran
Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat
diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa
para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu
penduduknya masih kafr. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah
banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim
yang kaya raya.
Pada
beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupatibupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam.
Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam negeri yang
tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan para
pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada
akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa. Kemudian
dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan
di tempat tinggal mereka.
Hubungan
perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau
media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki kewajiban untuk
menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena
itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi dengan para pedagang
muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh dalam aktivitas perdagangan,
banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis
perdagangan internasional hampir sebagian besar dikuasai oleh para pedagang
muslim.
Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang muslim.
Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang muslim.
2. Perkawinan
Dari
aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang lebih
baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk
pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para
saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang
akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka
tidak merasa keberatan, karena proses pengislaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah
syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya.
Setelah
itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka
menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup
tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus sosial
terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin
luas. Akhirnya timbul kampungkampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.
Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus
diislamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim
dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat.
Jalur
perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim
dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati,
atau bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya, sehingga
mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini
adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila,
antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Puteri
Campa, orang tua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses
Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para ulama
banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga
inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keislaman melalui berbagai
pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan
dengan baik.
Setelah mereka dianggap
mampu, mereka kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan agama Islam dan
membuka lembaga yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan
pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun mutunya.
Lembaga
pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang
berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan
memasuki lembaga pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para
ulamanya telah memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan
kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk
Islam.
Di antara
lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren
Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa
hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak
yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan
Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan
pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib, muadzin,
hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh.
Dengan
cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru
Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak
mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran Islam di
Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan
pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.
4. Tasawuf
Jalur lain yang
juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf.
Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga
menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut.
Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para suf adalah guru-guru pengembara,
dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga seringkali berhubungan
dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosof yang telah bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal
magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang
menikahi anak-anak perempuan para bangsawan setempat.
Dengan tasawuf,
bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu,
sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para suf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia
pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung
di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran
Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang.
Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap
pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata,
tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
Selain wayang,
media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni
bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di
antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan
Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung
Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk
akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam,
seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita
saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal
itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia
yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara damai dengan
mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik
perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan
oleh para mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
6. Politik
Di Maluku dan
Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat
masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika
kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun
Indonesia bagian Timur.
D. Perkembangan
Dakwah Islam di Nusantara
Pada sub-bab
masuknya agama Islam ke Nusantara sudah kita ketahui adanya beberapa teori.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, teori Mekah cukup meyakinkan untuk dipilih,
yaitu bahwa agama Islam sudah masuk ke wilayah Nusantara dari abad ke-1 H. (
ke-7 M). Namun saat itu perkembangannya masih belum pesat dan meluas. Pada
abad-abad selanjutnya baru terjadi perkembangan lebih pesat, terutama setelah
abad ke-7 H. (ke-13 M). Lebih jelasnya pada uraian berikut.
1. Perkembangan
Islam di Sumatera Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah
Pantai Barat Sumatera. Dari sana berkembang ke daerah-daerah lainnya. Pada
umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari
Pasai, Aceh Utara.
Orang yang
menyebarkan Islam di daerah ini adalah Abdullah Arif. Ia seorang mubaligh dari
Arab, dengan misi penyebarannya dengan berdakwah dan berdagang.
Dengan
kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai
sangat terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan
pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun,
masuk Islam pula. Masyarakat Pasai sangat
giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”.
giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”.
Setelah agama
Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah lain
yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman dari Pasai melalui
laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke Pariaman
itu adalah Syekh Burhanuddin.
Penyiaran agama
Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat
sangat kuat. Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan
pengertian pada masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima
agama Islam dengan baik.
Sebagai bukti
bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan kerelaan dan
kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi syura’,
syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat yang dipegang teguh oleh
masyarakat Sumatera Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam, artinya Islam
menjadi dasar adat.
Sekitar tahun
1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa
membawa Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar
yang kemudian terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati
Majapahit di Palembang waktu itu. Kemudian, Raden Rahmat (Sunan Ampel) memberi
saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera
Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah Swt., saran Raden Rahmat tersebut
dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan
berkembang dengan baik.
2.
Perkembangan Islam di Kalimantan,
Maluku, dan Papua
Di pulau
Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan, dengan ibu
kotanya Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para
pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari Pulau Jawa. Perkembangan agama
Islam di Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan mencapai puncaknya setelah
Majapahit runtuh tahun 1478.
Daerah lainnya
di Kalimantan yang dimasuki agama Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke
Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Dari dua daerah
inilah baru tersebar ke seluruh Kalimantan Barat. Pembawa agama Islam ke daerah
Kalimantan Barat adalah para pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama dan
mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun
1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri
Kusuma.
Penyebaran
Islam di Kalimantan Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri Bandang
dan Tuang Tunggang melalui jalur perdagangan.
Kemudian sejak
abad ke-15, antara tahun 1400 sampai 1500 Islam telah masuk dan berkembang di
Maluku. Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubaligh banyak yang datang
ke Maluku sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki
Islam di Maluku adalah
Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo.
Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo.
Raja-raja yang
memerintah di daerah tersebut berasal dari satu keturunan, yang semuanya
menyokong perkembangan Islam di Maluku.
Perkembangan
agama Islam di papua berjalan agak lambat. Islam masuk ke Irian terutama karena
pengaruh raja-raja Maluku, para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh
dari Maluku.
Daerah-daerah
yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati, Pulau Waigeo,
dan Pulau Gebi.
3.
Perkembangan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16
Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera
Barat. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa,
sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan.
Sebelum Islam
datang ke daerah ini penduduknya menganut kepercayaan nenek moyang. Setelah
Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng
Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti
nama dengan Sultan Alauddin. Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para
pedagang telah menyiarkan agama
Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam.
Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam.
Setelah Sultan
Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin.
Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya seperti daerah Tallo
dan Bone.
4.
Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Sebagaimana
daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama Islam masuk pula ke Nusa Tenggara.
Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis
(Sulawesi Selatan) dan dari Jawa.
Agama Islam
berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut
Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke
daerah-daerah Sumbawa dan Flores.
5. Perkembangan
Islam di Pulau Jawa Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11
M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang
mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa
Timur.
Tokoh terkenal
yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di
Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam
majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid. Selanjutnya mereka
menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa.
Di Jawa Tengah,
penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa
dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali
Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke
daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.
E. Kerajaan Islam
Jika kita
berpegang kepada Teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara sejak
abad ke-7 M, maka kerajaan Islam pertama bukan lagi Samudra Pasai, tetapi
Kerajaan Jeumpa yang berdiri sejak abad ke-8 M., yang disusul oleh kerajaan
Peurelak di abad ke-9, baru kemudian kerajaan Samudera Pasai. Hanya saja,
kerajaan Jeumpa dan Peurelak barangkali tidak terlalu popular dan bukan kerajaan
besar. Di samping itu, bukti-bukti yang ilmiah yang menguatkannya belum
dipandang cukup.
Berikut adalah
uraian singkat beberapa keajaan Islam yang terkenal di Nusantara.
1.
Samudera Pasai
Samudera Pasai
adalah keajaan Islam yang dipandang sebagai kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Akan tetapi jika dikaitkan dengan dua kerajaan sebelumnya (Jeumpa dan
Peurelak), maka kerajaan Samudera Pasai adalah kelanjutan dari kerajaan Islam Peurelak
(Perlak).
Kerajaan ini
didirikan oleh Sultan Malik alSaleh pada tahun 1285 (abad 13 M) sekaligus sebagai
raja pertama. Setelah meninggal, ia digantikan putranya Sultan Muhammad atau
yang dikenal dengan nama Malik Al Tahir I. Ia memerintah sampai tahun 1326 M,
kemudian digantikan oleh Sultan Ahmad Malik Al Tahir II.
2.
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh
didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah atau
disebut juga Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh mencapai masa keemasan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selanjutnya Sultan Iskandar Muda digantikan
oleh menantunya yaitu Iskandar Tani.
3.
Demak
Kesultanan
Demak didirikan oleh seorang adipati yang bernama Raden Patah. Untuk menghadapi
Portugis Armada Demak yang dipimpin Pati Unus (Putra Raden Patah) melancarkan
serangan terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Pati Unus diberi Gelar
Pangeran Sabrang Lor yang artinya pangeran yang pernah menyeberangi lautan di
sebelah Utara kesultanan Demak.
Setelah Raden
Patah meninggal, ia digantikan oleh Pati Unus, selanjutnya Pati Unus diganti
oleh Trenggana. Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi pertikaian antara Pangeran
Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Pangeran Prawoto (anak Trenggana).
Pangeran Prawoto berhasil membunuh pangeran Sekar Seda Ing Lepen. Tetapi
kemudian Pangeran Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar
Seda ing Lepen).
Arya Penangsang
kemudian tampil menjadi Sultan Demak ke-4. Pemerintahan Arya Penangsang
dipenuhi dengan kekacauan karena banyak orang yang tidak suka dengannya. Hingga
pada akhirnya seorang adipati Pajang bernama Adiwijaya atau Jaka Tingkir atau
Mas Karebet berhasil membunuhnya. Setelah kematian Arya Penangsang, kerajaan
Demak berpindah ke tangan Jaka Tingkir.
4.
Pajang
Pendiri
Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan Adiwijaya meninggal,
seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki tahta Pajang, akan tetapi ia
disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran Prawata). Tindakan Arya Pangiri
menimbulkan upaya-upaya perlawanan, hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran
Benawa untuk merebut kembali tahta Pajang. Karena itu, ia menjalin kerja sama
dengan Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya. Setelah Arya Pangiri dapat
dikalahkan, Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya.
Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga berakhirlah
kekuasaan Pajang.
5.
Mataram Islam
Mataram merupakan
hadiah dari Adiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan karena ia telah berjasa membantu
Adiwijaya menaklukkan Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal,
Mataram dipegang oleh putranya, Sutawijaya. Sutawijaya diangkat menjadi Adipati
Mataram dan diberi gelar Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama yang berarti
panglima perang dan pembela agama.
Sepeninggal
Senopati, Tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya (Mas Jolang), tetapi Mas
Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan banyak pemberontakan. Penggantinya
adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal dengan Sultan Agung.
Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai masa kejayaan. Akan tetapi Mataram
mulai mengalami kemunduran ketika masa pemerintahan pengganti-pengganti Sultan
Agung.
Kemunduran
Mataram yang lebih utama karena aneksasi yang dilakukan Belanda. Setelah
terjadinya Perjanjian Gianti, kerajaan Mataram dipecah menjadi dua bagian,
Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Lebih dari itu, dengan adanya
Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah lagi menjadi dua yaitu
Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan.
6.
Cirebon
Kasultanan
Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dengan
bantuan Fatahillah, kesultanan Cirebon dapat meluaskan kekuasaannya meliputi
Jayakarta dan Pajajaran. Kemenangan-kemenangan Fatahillah membuat Sunan Gunung
Jati tertarik dan menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu.
Ketika Sunan
Gunung Jati menua, Kesultanan Cirebon diserahkan kepada putranya Pangeran
Muhammad Arifn dengan gelar Pangeran Pasarean. Sepeninggal Pangeran Pasarean,
kedudukan Sultan diserahkan kepada Pangeran Sabakingking atau yang bergelar
Sultan Maulana Hasanuddin.
Pada abad ke-17
terjadi perselisihan dalam keluarga, sehingga kesultanan Cirebon pecah menjadi
dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
7.
Banten
Daerah Banten
di-Islamkan oleh Sunan Gunung Jati. Pemerintahan dipegang oleh Sultan Maulana
Hasanuddin. Setelah Sultan Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya
Maulana Yusuf.
Kesultanan
Banten mencapai masa keemasan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Akhir
pemerintahan Sultan Ageng ditandai dengan persengketaan dengan putranya Sultan
Haji yang bersekongkol dengan Belanda.
8.
Makassar
Pada abad ke-16
di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo. Kedua kerajaan
itu bersatu dengan nama Goa-Tallo. Makassar dengan ibu kota di Somba Opu, dan
dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi.
Bertindak
sebagai rajanya adalah Raja Goa, Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin
dan sebagai mangkubumi (Perdana Menteri) adalah Raja Tallo, Karaeng Matoaya
yang bergelar Sultan Abdullah, yang pada masa pemerintahannya adalah puncak
kejayaan Makassar.
9.
Ternate dan Tidore
Kerajaan
Ternate berdiri kira-kira abad ke-13. Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Baabullah. Sedangkan raja yang terkenal dari Tidore adalah
Sultan Nuku. Muncullah Sultan Khaerun yang sekarang menjadi nama universitas di
Ternate.
F. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Gerakan
pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh berkembangnya Islam di
Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang statis,
semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan.
Secara garis
besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan
pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
1.
Gerakan Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu
memandang, betapa pentingnya pendidikan dalam membina dan membangun generasi
muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum modern untuk
mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan surau.
Melalui pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara bertahap. Oleh
sebab itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi
sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai berikut.
a.
Sekolah Thawalib
Sekolah ini
berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau masjid. Lembaga pendidikan
Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di Jawa. Haji
Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis perubahan “sistem
surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan
sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja, kurikulum
yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Selain itu
kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar guna memenuhi kebutuhan
sehari-hari mereka. Koperasi ini
berkembang menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.
berkembang menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.
Pada tahun 1929
organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru dan murid di
sekolah itu, melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka
bagi mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak memiliki
hubungan apapun
dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.
dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.
b.
Jamiat Khair
Organisasi ini
didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli 1905. Di
antara pendirinya adalah Sayid Muhammad AlFachir bin Syihab, Sayid Idrus bin
Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan
sayyid, yaitu kaum ningrat
atau bangsawan Arab.
atau bangsawan Arab.
Ada dua program
yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta
menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.
Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum.
Bahasa Belanda
tidak diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa Inggris.
Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair
diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c.
Al Irsyad
Organisasi
sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan
perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan.
Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru dan
program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang AlIrsyad
segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.
Aktivitas
organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya sama-sama
didirikan oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid
atau ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi
antara kaum elite dengan
golongan alit (kecil).
golongan alit (kecil).
Al-Irsyad tidak
dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan
Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh
Al-Irsyad.
d.
Persyarikatan Ulama
Organisasi
sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di
Majalengka, Jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim
adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ideide pembaruan yang dihembuskan oleh
Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir.
Hayatul Qulub
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917
namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini memiliki dua
tujuan, yaitu menyatukan para ulama dan mengajak mereka untuk menerapkan
cara-cara modern dalam mengelola pendidikan.
Ada dua sistem
pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “sistem madrasah” dengan “sistem
asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama diberi
nama “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar,
dan lanjutan.
Santri Asromo
memiliki kelebihan, yaitu kurikulumnya memadukan pengetahuan agama dan umum
seperti pada sistem madrasah sekarang. Para pelajar Santri Asromo juga dilatih
dalam pertanian, keterampilan besi dan kayu, menenun dan mengolah bahan seperti
membuat sabun. Mereka tinggal di asrama dengan disiplin yang ketat.
Persyarikatan
Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fqih; tetapi
menerapkan cara-cara modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952 Persyarikatan
Ulama diubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan
Al-Ittihad alIslamiyah (AII) atau persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin
oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.
e.
Nahdatul Ulama (NU)
Dikalangan
pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdhatul Wa an(Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada
tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdhatul
Fikri (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik
kaum dan keagamaan kaum santri. Dari Nah«atul Fikri kemudian mendirikan Nah«atut
Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdhatut Tujjar, maka Taswirul
Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan
yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan
selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis,
serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdhatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdatul Ulama
didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh
K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar
organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qānµn Asāsi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah.
Kedua kitab tersebut kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.
Organisasi ini
bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I’tiqād
Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai
tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai bidang, antara
lain sebagai berikut.
1) Di
bidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2) Di
bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang
bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa
bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
3) Di
bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4) Di
bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan,
dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan
lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5) Mengembangkan
usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
f.
Muhammadiyah
Organisasi ini
didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial.
Muhammadiyah mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuan pendidikan,
jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima subsidi dari pemerintah
Belanda.
Organisasi ini
sangat menekankan keseimbangan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, serta
pendidikan keterampilan. Para alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah diharapkan
memiliki aqidah Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk hidup di
zaman modern.
Dengan bekal
akidah, pendidikan dan keterampilan yang baik, kaum muslimin dapat
mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai dengan tuntutan ajaran al-Qur’an.
Bahkan sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas Islam besar yang memiliki
satuan-satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga Program Pasca sarjana.
Dalam bidang
amal sosial, ormas Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit,
Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah
Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan
syirik, menyekutukan Allah Swt. dalam segala bentuknya; menentang takhayul;
khurafat; dan perbuatan bid’ah serta mengikis habis kebiasaan taqlid buta dalam
beragama.
Muhammadiyah,
menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat
Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fqih.
g.
Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam
(Persis) berdiri pada permulaan tahun 1920-an, tepatnya tanggal 12 September
1923 di Bandung. Ide mulanya dari seorang alumnus Dâr al-‘Ulûm Mekkah bernama
H. Zamzam yang sejak tahun 1910-1912 menjadi guru agama di sekolah agama Dâr
al-Muta’alimîn. Ia bersama teman dekatnya, H. Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses
yang sama-sama kelahiran Palembang, yang di masa mudanya memperoleh pendidikan
agama secara tradisional dan menguasai bahasa Arab, sehingga ia mampu autodidak
melalui kitab-kitab yang jadi perhatiannya. Latar belakang pendidikan dan
kultur yang sama ini, menyatukan mereka dalam diskusi-diskusi tentang
keislaman. Tema diskusi biasanya mengenai beberapa masalah di sekitar gerakan keagamaan
yang tengah berkembang saat itu, atau masalah agama yang dimuat dalam majalah
al-Munîr terbitan Padang dan majalah alManâr terbitan Mesir, yang telah lama menjadi
bacaan dan perhatian mereka. Pada tahun 1924 A. Hassan mulai terlibat dalam
diskusi-diskusi agama dengan tokoh-tokoh agama di Indonesia sekitar
pertentangan antara kaum muda dan kaum tua, antara paham modernis dan paham
tradisional. Ayah A. Hassan memang termasuk orang yang berpandangan modernis.
Maka dapat dimengerti jika A. Hassan juga sejalan dengan faham kaum muda. Tidak
lama kemudian A. Hassan pindah ke Bandung dan masuk lingkungan Persatuan Islam.
Selanjutnya ia memusatkan kegiatan hidupnya dalam engembangan pemikiran Islam
dan menyediakan dirinya sebagai pembela Islam melalui Persis. Beliau dikenal
sebagai pendiri Persis. Sebagai organisasi, Persis memiliki ciri khas dalam
gerak dan langkahnya, yaitu menitikberatkan pada pembentukan paham keagamaan
yang dilancarkan melalui pendidikan dan da’wah lainnya. Persis bertujuan:
Pertama, mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan anggotanya
dalam masyarakat, kedua, menempatkan kaum muslimin pada ajaran aqidah dan
syari’ah berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Lahirnya
Jami’at Khair, al-Irsyad, Persyarikatan Ulama, NU, Muhammadiyah dan Persis yang
bergerak di bidang pembaharuan pendidikan dan dakwah tersebut dipicu oleh
perkembangan baru di bidang keagamaan. Agama harus fungsional dalam kehidupan,
bukan hanya sekedar tuntunan untuk kebahagiaan akhirat saja. Karena itu, agama
harus didukung oleh ilmu pengetahuan modern.
2.
Gerakan Politik
Islam tidak
dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam
mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan
bersifat kedaerahan.
Pada awal abad
dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern yang
bersifat nasional, baik ormas (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun
orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan
kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan
kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan
Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya
berjuang melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad.
Di
antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah
Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam
Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai
kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi
pada tanggal 16 Oktober 1905.
SI
kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam Masyumi
pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang
diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam
negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi
merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.
G. Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan
Islam di Indonesia
Tokoh-tokoh penggerak utama dalam penyebaran Islam dan telah
menggoreskan nilai-nilai keteladan mereka lebih dikenal dengan sebutan “Wali
Songo” yaitu sebagai berikut.
1.
Maulana Malik Ibrahim, nama lainnya
adalah Maulana Maghribi (Barat). Disebut Maghribi karena asalnya dari Persia,
pusat kegiatannya di Gresik, Jawa Timur.
2.
Sunan Ampel atau Ngampel, nama
kecilnya Raden Rahmat yang berkedudukan di Ngampel Surabaya. Melalui peran
beliau lahirlah generasi Islam yang tangguh, salah satunya Raden Fatah sultan
pertama Demak.
3.
Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku.
Beliau adalah murid Sunan Ampel. Pusat kegiatannya di Bukit Giri, Gresik.
4.
Sunan Bonang, nama kecilnya adalah
Makdum Ibrahim putra Raden Rahmat yang berkedudukan di Bonang dekat Tuban.
5.
Sunan Drajat, nama kecilnya adalah
Malik Munih juga putra Raden Rahmat dengan pusat kegiatan di daerah Drajat,
dekat Sedayu suatu wilayah antara Gresik dan Tuban.
6.
Sunan Kalijaga, nama aslinya Joko
Said. Pusat kegiatannya di Kadilangu, Demak (Jawa Tengah).
7.
Sunan Gunung Jati disebut pula
Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon (Jawa Barat).
8.
Sunan Kudus, berkedudukan di Kudus.
9.
Sunan Muria, yang berkedudukan di
gunung Muria dekat Kudus.
Masing-masing anggota Wali Songo tersebut, memiliki tugas
menyampaikan dakwah Islam, melalui berbagai perbaikan dalam sistem nilai dan
sistem sosial budaya masyarakat. Menurut buku Atlas Wali Songo, disebutkan
tugas tokohtokoh Wali Songo dalam mengubah dan menyesuaikan tatanan nilai-nilai
budaya masyarakat, sebagai berikut:
1. Sunan
Ampel membuat peraturan-peraturan yang islami untuk masyarakat Jawa.
2. Raja
Pandhita di Gresik merancang pola kain batik, tenun lurik dan perlengkapan
kuda.
3. Susuhunan
Majagung, mengajarkan mengolah berbagai jenis masakan, lauk pauk, memperbaharui
alat-alat pertanian, membuat gerabah.
4. Sunan
Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca mantra, tata
cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan.
5. Sunan
Giri membuat tatanan pemerintahan di Jawa, mengatur perhitungan kalender siklus
perubahan hari, bulan, tahun, windu, menyesuaikan siklus pawukon, juga merintis
pembukaan jalan.
6. Sunan
Bonang mengajar ilmu suluk, membuat gamelan, menggubah irama gamelan.
7. Sunan Drajat, mengajarkan tata cara membangun rumah, alat yang digunakan
orang untuk memikul orang seperti tandu dan joli.
8. Sunan Kudus, merancang pekerjaan peleburan, membuat keris,
melengkapi peralatan pande besi, kerajinan emas juga membuat peraturan
undangundang hingga sistem peradilan yang diperuntukkan orang Jawa.
H. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan Sehari-hari
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan
sebagai Implementasi dari pelajaran tentang sejarah perkembangan Islam di
Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1.
Menghargai jasa para
pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
2.
Berusaha memahami dan
menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi terkini dan
valid mengenai sejarah Islam,mengingat terbatasnya sumber data dan perdebatan
para pakar tentang validitas data sejarah.
3.
Meneladani sikap dan
perilaku para tokoh teladan pada masa permualaan masuknya Islam yang
mengedepankan cara damai.
4.
Menjadikan semua
aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan, kesenian, dan lain-lain)
sebagai sarana syiar Islam dan dakwah.
5.
Belajar dari para
tokoh penyebar Islam di Indonesia yang memperkenalkan dan mengajarkan Islam
kepada penduduk setempat tentang Islam, dengan prinsip-prinsip antara lain
sebagai berikut.
a.
Islam mengajarkan
toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong.
b. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah Swt., derajat semua
manusia sama, kecuali takwanya.
c.
Islam mengajarkan
bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan
mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling
mendengki.
d. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah Swt.
dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap
sesama manusia tanpa pilih kasih.
Melalui prinsip-prinsip di atas, ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa karena Islam menjunjung tinggi kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Menerapkan
Perilaku Mulia
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan
sebagai implementasi dari pelajaran tentang dakwah Islam di Nusantara, antara
lain sebagai berikut.
1. Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan
segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
2. Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan
informasi terkini dan valid mengenai sejarah Islam, mengingat terbatasnya
sumber data dan perdebatan para pakar tentang validitas datadata sejarah.
3. Meneladani sikap dan perilaku para dai pada masa permulaan
masuknya Islam yang mengedepankan cara damai.
4. Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan,
kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana dakwah.
5. Berusaha menjadi dai yang mukhlis (ikhlas), tanpa mengukur jerih
payah dalam berdakwah dengan penghasilan.
6. Berusaha menjadi dai yang pantas diteladani oleh umat, khususnya
generasi muda.
7. Tetap membangun optimisme dengan kerja keras untuk meraih
kembali kejayaan Islam.
8. Bersikap moderat dan santun dalam berdakwah dan menyebarluaskan
ajaran Islam.
Disalin dari : Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas XII Edisi Revisi
(2018) Kemdikbud
EVALUASI
Pilihlah jawaban yang tepat!
1.
Menurut teori Mekah, Islam sudah
masuk ke Indoesia pada abad ke-7, bukan abad 13, pernyatan di bawah ini
merupakan buktinya, kecuali . . .
a. adanya makam Syekh Mukaidin di Baros tertanda tahun 674
b. berita Marco Polo yang pernah singgah di Sumatra tahun 1292
c. peranan bangsa Arab dalam menyebarkan Islam sambil berdagang
d. berita Tiongkok tentang Raja Ta Cheh mengirim utusan ke
Kalingga
e. ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran tertanda
tahun 1082
2.
Kegiatan di bawah ini yang tidak
termasuk strategi penyebaran dakwah Islam di Indonesia adalah . . .
a. Pernikahan
b. ajaran tasawuf
c. akulturasi budaya
d. Peperangan
e. Perdagangan
3.
Munculnya beberapa kerajaan Islam di
Indonesia, menunjukkan bahwa Islam begitu mudah diterima oleh masyarakat
melalui pendekatan akulturasi budaya. Berikut ini yang bukan termasuk
akulturasi budaya adalah . . .
a. ajaran Islam sangat lentur dan fleksibel memasuki tradisi
lokal
b. ajaran Islam mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat
c. ajaran Islam mewajibkan adanya integrasi ilmu sosial
d. pengaruh ajaran Islam sejalan dengan ftrah manusia
e. adat dapat dijadikan sebagai landasan agama
4.
Syarif Hidayatullah adalah salah
seorang wali yang berdakwah dan berkedudukan di . . .
a. Gresik, Jawa Timur
b. Cirebon, Jawa Barat
c. Ngampel, Jawa Timur
d. Demak, Jawa Tengah
e. Kudus, Jawa Tengah
5.
Gerakan pembaharu Islam yang
berfokus kepada pemberantasan syirik dan bid’ah adalah . . .
a. Thawalib
b. Jam’iyat Khair
c. Al-Irsyad
d. Persatuan Ulama
e. Muhammadiyah
Tugas
1.
Mengapa terjadi perbedaan pendapat
tentang sejarah awal masuknya agama Islam ke Nusantara (Indonesia)?
2.
Apa yang kalian ketahui tentang
perkampungan “Baros” di pesisir Sumatera dalam konteks sejarah masuknya agama
Islam ke Indonesia?
3.
Secara global kita menyatakan bahwa
agama Islam tersebar di Nusantara secara damai. Bagaimana kalian menjelaskan
makna “damai” tersebut dalam kasus penaklukan bersenjata, pertempuran antar
kerajaan Islam, atau bahkan perang saudara karena berebut kekuasaan, seperti
yang terjadi di kerajaan Demak? Uraikan jawaban kalian dengan menganalisis
latar belakang kasuskasus tersebut!
4.
Agama Islam disebarkan melalui
berbagai jalur/metode. Jalur apa yang menurut kalian paling cocok untuk
digunakan dalam strategi dakwah dalam konteks abad digital seperti saat ini?
Jelaskan alasan kalian!
5.
Nilai keteladanan apa saja yang
dapat kamu ambil dari para muballigh pada masa awal datangnya Islam di
nusantara?