-->

Ketaatan, Kompetisi dan Etos Kerja (Materi Kelas 11)

Perilaku Taat, Kompetisi dalam
Kebaikan, dan Etos Kerja


Membuka Relung Hati

Apa jadinya kalau aturan yang telah dibuat tidak ditaati? Apa jadinya kalau hidup yang seharusnya dinamis ini tidak lagi termotivasi? Apa jadinya kalau mengharap cita-cita tercapai, tetapi tidak ada kerja keras?

Manusia boleh saja berkhayal, tetapi khayalannya harus diarahkan pada keinginan atau cita-cita untuk hidup lebih baik lagi di masa yang akan datang, baik di dunia maupun di akhirat. Agar hidup yang sekali ini bermakna dan bermanfaat, kita harus memanfaatkan semaksimal mungkin.

Bagaimana cara memanfaatkan hidup dengan sebaik-baiknya? Kita laksanakan apa yang diperintahkan Allah Swt. dan rasul-Nya, dan taati pula pemimpin di antara kita. Dengan menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta pemimpin, niscaya hidup kita akan penuh dengan rahmat. Hal ini dijanjikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: “Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat” (Q.S. ali-Imran/3 : 132).

Setiap manusia ingin hidup damai, tenteram, dan bahagia. Kehidupan yang damai akan muncul karena tidak ada pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Ketenteraman akan hadir karena adanya semangat berkompetisi secara sportif dan kolaboratif. Kebahagiaan akan terwujud jika apa yang diinginkan sudah terpenuhi. Bangsa ini akan menjadi besar apabila masyarakatnya yang diyakini dan yang berlaku di masyarakat. Misalnya, nilai spiritual, yakni dengan meyakini dan menaati ajaran agama yang dianutnya. Selain itu, kita juga harus menaati pemimpin. Semangat berkolaborasi dalam berkompetisi, serta memiliki etos kerja dalam meraih cita-cita yang harus dijunjung tinggi.

Kita tidak bisa melempar tanggung jawab kepada orang lain atau pihak lain. Kita sendiri yang harus melakukannya. Dengan bersama-sama kita junjung tinggi nilai ketaatan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja, bangsa ini akan menjadi bangsa yang cukup disegani dan dibanggakan.

A.     Pentingnya Taat Nepada Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya.

Di sekolah, di rumah, atau di lingkungan masyarakat terdapat aturan. Di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.

Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga. Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari yang terkecil (keluarga) sampai yang terbesar adalah negara, tidak akan tercapai kestabilan tanpa adanya seorang pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombangambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin. Dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (yang tidak bermaksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Wahai orang-orang yang beriman,  Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan 8lil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)

Hukum Tajwid
Kalimah
Hukum Bacaan
Alasan
يآ أَيُّهَا الَّذِينَ
Mad jaiz munfashil
Mad thabii bertemu alif pada kaliat yang terpisah
أَطِيعُوا اللَّهَ
Tafhim
Lafad jalalah setelah harakat dhomah
وَأُولِي الأمْرِ
Alif lam komariyah
Alif lam berhadapan dengan huruf komariyah
مِنْكُمْ
Ikhfa
Nun sukun diikuti huruf kaf

Arti Kata
Kalimah
Arti
Kalimah
Arti
يَا أَيُّهَا
Wahai
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
Kembalikanlah kepada Allah
الَّذِينَ آمَنُوا
Orang-orang yang beriman
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
Jika kamu beriman
أَطِيعُوا اللَّهَ
Taatilah Allah
وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Dan hari akhir
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
Dan taatilah Rasul
ذَلِكَ
Yang demikian itu
وَأُولِي الأمْرِ
Dan ulil amri
خَيْرٌ
Lebih baik
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ
Jika kamu berbeda pendapat
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Dan lebih baik akibatnya
فِي شَيْءٍ
Dalam satu urusan



Asbabu an-Nuzµl atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyyah.

Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini ada beberapa pendapat.
No
Nama
Pendapatnya
1
Abu Jafar Muhammad bin Jarir At Thabari
Arti ulil amri adalah umāra, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. lah yang dimaksud dengan ulil amri.
2
Al Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1) umāra (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.
3
Ahmad Mustafa Al Maraghi
Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan, dan seluruh pemimpin lainnya.

Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak dapat disamakan dengan “taat” kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan bahwasannya: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah Swt. dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.

Lebih lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis berikut ini:
عَنْ أَبِيْ عَبْدِالرَّحْمَانِ عَنْ عَلِيٍّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ طَاعَةَ فِيْ مَعْصِيَّةِ اللهِ اِنَّمَاالطَّاعَةَ فِيْ الْمَعِرُوفِ (روه مسلم)
“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim).

Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya. Umat Islam juga diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.

Setelah wafat Rasulullah saw, para sahabat memilih para penggantinya. Ketika para pemimpin wafat atau masa jabatannya telah selesai, maka digantikan dengan pemimpin yang baru.

Sesungguhnya keberadaan pemimpin sangat penting sebagai lambang kesatuan dan kekuatan kaum muslimin. Kaum muslimin berkewajiban memiliki loyalitas dan ketaatan kepada pemimpinnya, seperti para sahabat yang menjalankan berbagai sistem yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Maka patuh dan taat kepada pemimpin merupakan suatu kewajiban sekalipun pimimpin itu tidak berasal dari suku bangsa yang sama atau tidak memiliki status sosial dan ekonomi yang berbeda, sepenjang aturan dan perintahnya tidak bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Banyak pemimpin  - yang sengaja atau tidak, karena nafsu dan keserakahannya – melakukan kesalahan yang merugikan diri sendiri dan orang lain seperti tergambar dalam Al Qur’an berikut ini :
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلًا
“Dan mereka berkata : “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)” (QS. Al Ahzab/33 : 67)

B.     Kompetisi dalam Kebaikan
Hidup adalah kompetisi untuk menjadi yang terbaik, dan juga untuk meraih citacita yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi yang hanya
memperturutkan hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi yang hanya memperturutkan hawa nafsu, contohnya kompetensi mengumpulkan harta kekayaan atau memperebutkan jabatan dan kedudukan. Semuanya bak fatamorgana, indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Bahkan, tak jarang dalam kompetisi diiringi “suuzan” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut.

Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang beriman? Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya:
وَأَنْزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَآءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah Swt. dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah Swt. menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah Swt. Hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah Swt. kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan”
(Q.S. al-Maidah/5: 48).

Penerapan Hukum Tajwid
Kalimat
Hukum Bacaan
Alasan
لِكُلٍّ جَعَلْنَا
Ikhfa
Tanwin diikuti huruf ja
مِنْكُمْ شِرْعَةً
Idzhar syafawi
Mim suku diikuti huruf syin
وَمِنْهَاجًا
Mad iwad
Tanda tanwin bertemu alif dan diwakafkan
وَلَوْ شَآءَ اللَّهُ
Mad wajib muttashil
Mad thabii bertemu hamzah dalam satu kaliat
أُمَّةً وَاحِدَةً
Idgham bighunah
Tanwin diikuti huruf wau

Arti Kata/Kalimat
Kalimat
Arti
Kalimat
Arti
وَأَنْزَلْنَآ
Dan kami telah menurunkan
مِنْكُمْ
Dari kamu
إِلَيْكَ
Kepadamu (Muhammad)
شِرْعَةً
Aturan
الْكِتَابَ
Kitab (Al Qur’an)
وَمِنْهَاجًا
Dan jalan yang terang
مُصَدِّقًا
Yang membenarkan
وَلَوْ شَآءَ اللَّهُ
Dan kalau Allah menghendaki
لِمَا
Terhadap
لَجَعَلَكُمْ
Niscaya kamu dijadikan-Nya
بَيْنَ يَدَيْهِ
Diantaranya
أُمَّةً وَاحِدَةً
Satu umat
مِنَ الْكِتَابِ
Dari kitab-kitab
وَلَكِنْ
Akan tetapi
وَمُهَيْمِنًا
Dan menjaganya
لِيَبْلُوَكُمْ
Allah hendak mengujimu
عَلَيْهِ
Kepadanya
فِي مَآ
Terhadap ada
فَاحْكُمْ
Maka putuskanlah
آتَاكُمْ
Yang diberikan kepadamu
بَيْنَهُمْ
(perkara) di antara mereka
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
Menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah
إِلَى اللَّهِ
Kepada Allah
وَلاَ تَتَّبِعْ
Dan janganlah mengikuti
مَرْجِعُكُمْ
Tempat kembalimu
أَهْوَاءَهُمْ
Keinginan mereka
جَمِيعًا
Semua
عَمَّا جَآءَكَ
Tentang apa yang telah datang kepadamu
فَيُنَبِّئُكُمْ
Lalu diberitahukan kepadamu
مِنَ الْحَقِّ
Dari kebenaran
بِمَا كُنْتُمْ
Terhadap apan yang kamu
لِكُلٍّ
Kepada tiap-tiap umat
فِيهِ
Dahulu
جَعَلْنَا
Kami jadikan
تَخْتَلِفُونَ
Kamu perselisihkan

Pada Q.S. al-Maidah/5:48 Allah Swt. menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari ridha Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Allah Swt. mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada jalan atau arah yang benar dan lurus. Akan tetapi, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.

Suratal-Maidah/5: 48 ini membicarakan bahwaal-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-Qur’an merupakan pembenar kitab-kitab sebelumnya, juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.

Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, dan berbangsabangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk saling mengenal. Ayat ini mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, dan bukan menjadi ajang perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.

Mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan? Ada beberapa alasan mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, antara lain sebagai berikut.

Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, dan harus
 egera dikerjakan. Kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Kematian bisa datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan untuk berbuat baik, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan.

Kedua, untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolong, Oleh karena itu, kita perlunya berkolaborasi atau kerja sama. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten).

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan. Allah berfirman :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...” (Q.S. al-Maidah/5: 2)

Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Kita harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh jika pribadi manusia dan keluarga yang ada di dalamnya sangat rapuh.

C.     Etos Kerja
Sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan dalam kehidupannya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Tidak semata hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja, melainkan juga harus memikirkan kepentingan kehidupannya di dunia. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim untuk bekerja.

Bekerja dalam berbagai bidang. Seseorang yang bekerja layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji, seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional, karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar “hidup”, ia memerlukan ruh (spirit). Oleh karena itulah, al-Qur’an diturunkan sebagai spirit hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya) yang tak kunjung padam agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat.

Dalam al-Qur’an maupun hadis, ditemukan banyak literatur yang memerintahkan seorang muslim untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawinya. Salah satu perintah Allah Swt. kepada umatNya untuk bekerja termaktub dalam Q.S. at-Taubah/9:105 berikut ini.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 105)

Penerapan Hukum Tajwid
Kalimat
Hukum Bacaan
Alasan
فَسَيَرَى اللهُ
Tafhim
Lafad jalalah setelah harakat fathah
وَالْمُؤْمِنُونَ
Alif lam qomariyah
Alif lam sukun diikuti huruf mim
وَالشَّهَادَةِ
Alif lam syamsiyah
Alif lam diikuti huruf syin
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
Ikhfa syafawi
Mim sukun diikuti huruf ba
تَعْمَلُونَ
Mad arid lisukun
Mad thabii diikuti huruf nun yang disukunkan

Arta Kata/Kalimat
Kalimat
Arti
Kalimat
Arti
وَقُلِ
Dan katakanlah (Muhammad)
إِلَى
Kepada
اعْمَلُوا
Bekerjalah kamu
عَالِمِ الْغَيْبِ
Yang Maha Mengetahui yang ghaib
فَسَيَرَى اللهُ
Maka Allah akan melihat
وَالشَّهَادَةِ
Dan yang nyata
عَمَلَكُمْ
Pekerjaanmu
فَيُنَبِّئُكُمْ
Lalu diberitakan-Nya kepadamu
وَرَسُولُهُ
Dan begitu juga Rasul-Nya
بِمَا كُنْتُمْ
Apa yang kamu
وَالْمُؤْمِنُونَ
Dan orang-orang mukmin
تَعْمَلُونَ
Kerjakan
وَسَتُرَدُّونَ
Dan kamu akan dikembalikan



Q.S. at-Taubah/9: 1 5 menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.

Sebutan lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau Fompensation. Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akhirat. Q.S. at-Taubah/9: 1 5 juga menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang telah kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah penegasan Allah Swt. Bahwa motivasi atau niat bekerja itu harus benar.

Umat Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan “tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan perbuatan terpuji yang lainnya. Perbuatan-perbuatan terpuji itu seperti menunaikan zakat, membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk mengerjakan ­alat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu.

Ayat ini pun berisi peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan kelak di hari kiamat. Dengan demikian, akan terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai amal perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah sering kita saksikan, bagaimana gambaran orang-orang yang berbuat jahat seperti pencuri, penipu, koruptor, dan lain sebagainya. Banyaknya berita tentang korupsi, dan bagaimana seorang koruptor dipertontonkan di ruang publik. Ini menandakan bahwa di dunia pun perbuatan kita sudah bisa dipertontonkan. Apalagi kelak di akhirat yang pasti sangat nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi.
عَنِ الْمِقْدَامِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَاِنَّ نَبِيَ اللهِ دَاوُوْدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (زواه البخري)
“Dari Miqdam ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak seorang pun yang makan lebih baik daripada makan hasil usahanya sendiri. Sungguh Nabi Daud as. makan hasil usahanya.” (H.R. Bukhari).

Perilaku mulia (ketaatan) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut.
1.    Selalu menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta meninggalkan larangan-Nya, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.
2.    Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.
3.    Menaati dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
4.    Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntunan dan syariat agama.
5.    Menolak dengan cara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada kemaksiatan.

Perilaku mulia (kompetisi dalam kebaikan) yang perlu dilestarikan adalah
seperti berikut.
1.    Meyakini bahwa hidup itu perjuangan dan di dalam perjuangan ada kompetisi.
2.    Berkolaborasi dalam melakukan kompetisi agar pekerjaan menjadi ringan, mudah, dan hasilnya maksimal.
3.    Dalam berkolaborasi, semuanya diniatkan ibadah, dan semata-mata mengharap ridha Allah Swt.
4.    Selalu melihat sesatu dari sisi positif, tidak memperbesar masalah perbedaan, tetapi mencari titik persamaan.
5.    Ketika mendapatkan keberhasilan, tidak tinggi hati; ketika mendapatkan kekalahan, ia selalu sportif dan berserah diri kepada Allah Swt. (tawakkal).

Perilaku mulia (etos kerja) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut.
1.    Meyakini bahwa dengan kerja keras, pasti ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” - Siapa yang giat, pasti dapat).
2.    Melakukan sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang.”
3.    Pantang menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.

Disalin dari buku :
1.     PAI dan Budi Pekerti 2014 Yrama Widya Bandung
2.     PAI dan Budi Pekerti 2013 Kemdikbud
3.     PAI dan Budi Pekerti Edisi Revisi 2018 Kemdikbud

EVALUASI

Pilihlah jawaban yang tepat
1.      Perhatikan pernyataan berikut ini!
1. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar tercapai cita-citanya
2. Suka mengikuti kompetisi yang dilakukan sekolah-sekolah lain
3. Menjalankan perintah Allah Swt., rasul, dan pemimpin
4. Berlomba dalam mewujudkan kebersihan dan keindahan
5. Disiplin dan selalu berseragam dengan lengkap setiap hari
Dari pernyataan di atas, yang termasuk perilaku mulia terkait ketaatan adalah ....
a. 1 dan 2
b. 2 dan 3
c. 3 dan 4
d. 2 dan 5
e. 3 dan 5
2.      Akhir-akhir ini semangat berkompetisi sangat menurun di kalangan pelajar. Ini dibuktikan ketika diumumkan tentang peringkat kelas, justru sang juara menjadi cemoohan teman-temannya yang lain. Mereka menanggapinya dengan sinis bahwa si juara ini pelit orangnya, tidak mau bagi-bagi pada saat ujian. Yang harus dilakukan oleh orang yang memahami isi Q.S. al-Maidah/5:48 adalah .…
a. belajar dengan sungguh-sungguh agar ia menjadi juara kelas
b. bekerja keras agar apa yang diinginkan dapat tercapai
c. berkompetisi secara sehat, tidak curang dan tidak menyontek
d. berkolaborasi agar sama-sama mendapatkan nilai memuaskan
e. menaati semua aturan yang ada di sekolah dan kelas
3.      Ketika menemukan masalah, kemudian terjadi perselisihan karena masingmasing menganggap paling benar pendapatnya, yang harus kamu lakukan adalah sebagai berikut, kecuali ….
a. menghormati perbedaan pendapat orang lain
b. berusaha mencari titik temu dari perbedaan tersebut
c. mengembalikan permasalahan kepada
al-Qur’an dan hadis
d. melakukan terobosan baru dengan berijtihad
e. tidak perlu diselesaikan karena keduanya ingin menang
4.      Apabila ada pemimpin yang mengajak kepada kemaksiatan, sikap kita sebagaimana dijelaskan pada Q.S. an-Nisa/4:59 adalah ….
a. mengikuti meskipun salah
b. memeranginya dengan cara yang keras
c. melakukan demo untuk menentangnya
d. menolaknya dengan cara yang halus
e. membiarkan dan masa bodoh saja
5.      Perhatikan penyataan berikut ini!
1. Mempersaudarakan rakyatnya seperti saudara kandung
2. Senantiasa bersikap adil dan bijaksana serta berpola hidup sederhana
3. Bekerja keras dengan cara yang baik dan halal
4. Menyelesaikan tugas sampai tuntas
5. Kelompok-kelompok yang berbeda tidak perlu diperangi, tetapi didekati
Ungkapan di atas yang termasuk kategori etos kerja adalah ....
a. 1 dan 2
b. 2 dan 3
c. 3 dan 4
d. 4 dan 5
e. 1 dan 5

Tugas
1.      Mengapa manusia perlu aturan?
2.      Apa jadinya kalau dalam kehidupan ini tidak ada aturan?
3.      Bagaimana pendapatmu jika ada pemimpin yang membuat kebijakan tetapi ia sendiri tidak menjalankan?
4.      Mengapa manusia perlu berkompetisi dan berkolaborasi?
5.      Mengapa kita dianjurkan untuk saling menasihati antarsesama?

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel