Sistem Ekonomi Islam
Prinsip
dan Praktik Ekonomi Islam
DASAR-DASAR DAN ETIKA
PEREKONOMIAN DALAM ISLAM
Etika perekonomian yang dikembangkan Islam adalah menciptakan
kegiatan ekonomi yang bertumpu pada pilar tauhid, keseimbangan dan tazkiyah (membersihkan
harta) yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits. Firman Allah :
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan” (QS. Al Dashash/28 : 77)
Esensi kegiatan ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia
yang berlandaskan nilai-nilai Islam gina mencapai tujuan agama. Ekonomi Islam
menjadi rahmatan lil ‘alamin dan mampu mengakomodasi nilai yang
berkembang di masyarakat, sehingga tercipta kesejahteraan umat. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا
تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (QS. An Nisa/4 : 29).
Prinsip-rinsip ekonomi Islam Antara lain :
1.
Alam itu milik Allah
وَلِلَّهِ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al Maidah/5 :
17).
2.
Status harta yang dimiliki manusia
a. Harta
adalah perhiasan
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (QS. Ali Imran : 14).
b. Harta
ujian keimanan
كَلا إِنَّ الإنْسَانَ
لَيَطْغَى أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya
manusia benar-benar melampaui batas. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia
benar-benar melampaui batas. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu)”
(Al
‘Alaq/96 : 6-8).
c. Harta
bekal ibadah
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran/3 : 133-134)
3.
Pemanfaatan harta
Meskipun keputusan
membelanjakan harta itu adalah keputusan pribadi, namun Allah memberikan
pedoman dalam memanfaatkan harta.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ
مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.
Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim” (QS. Al Baqarah/2 :
254).
SISTEM EKONOMI ISLAM
DAN KESEJAHTERAAN UMAT
slideplayer.info
a.
Akhlak ekonomi mengutamakan cara-cara
yang benar
Di antara cara yang benar dalam mengambil keuntungan adalah :
1)
Tidak mempermainkan takaran atau
timbangan
2)
Tidak menimbun barang atau komoditas yang
dibutuhkan masyarakat
3)
Tidak melampaui batas dalam mengambil
keuntungan
4)
Tidak memotong jalur distribusi untuk
menimbun sehingga harga barang menjadi naik
b.
Kesejahteraan indivisu dan masyarakat
Salah satu tujuan
sistem ekonomi Islam adalah mencapai masyarakat sejahtera sebagaimana
digambarkan dalam firman Allah :
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ
يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ
طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
“Sesungguhnya bagi
kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
Yang Maha Pengampun" (QS. Aba’/34 : 15).
Masyarakat adil,
makmur dan damai akan terwujud jika umat menjalankannya sesuai dengan kerangka
acuan yang dibuat oleh Allah. Banyak ayat Al Qur’an yang merupakan kerangka
acuan, diantaranya :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah/2 : 168).
PRAKTEK EKONOMI ISLAM
Jual Beli
www.inovasee.com
A.
Pengertian Jual Beli
1.
Secara Bahasa
Jual beli (al bai’)
adalah membelikan sesuatu dengan imbalan sesuatu, menukar sesuatu dengan
sesuatu yang sama nilainya.
2.
Secara Istilah
Jual beli (al bai’)
adalah menukarkan harta benda dengan alat pembelian yang sah dan keduanya
menerima dengan ijab kabul sesuai dengan aturan yang ditetapkan agama.
B.
Hukum Jual Beli
1.
Mubah (boleh), artinya setiap muslim
dalam mencari nafkah boleh dengan jual beli.
2.
Wajib, apabila jual beli merupakan
satu-satunya cara mempertahankan hidup.
3.
Nadb (sunah), jual beli kepada seseorang
yang membutuhkan barang atau uang tersebut.
4.
Haram, jika jual beki tidak memenuhi
syarat dan rukunnya.
C.
Dasar hukum jual beli
Firman Allah :
وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“..... Dan Allah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba ...... (QS. Al Baqarah/2 : 275).
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu” (QS.
An Nisa/4 : 29)
Hadits Nabi saw :
عَنْ آبِيْ سَعِيْدِ
الْخُدرِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِنَّمَا الْبَسْغُ
عَنْ تَرَاضٍ
“Dari Abu Said Al Khudria berkata, Rasulullah saw bersabda :
“Seseungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka” (HR. Ibnu Majah).
D.
Syarat Rukun Jual Beli
1.
Barang yang Diperjualbelikan
a)
Barang tersebut halal/suci
اِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
حَرَّمَا بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِرِ وَالْاَصْنَامِ
“Sesungguhnya Allah dan Rasulnya mengharamkan jual beli arak,
bangkai, babi dan berhala” (HR, Muslim).
b)
Bermanfaat
c)
Milik sendiri atau yang dikuasakan
....وَلاَ بَيْعَ الاَّ فِيْمَا تُمْلِكُ
“......
Tidak ada jual beli kecuali pada sesuatu yang engkau miliki” (HR. Abu Daud).
d)
Jelas dan dapat dilihat
لاَ تَشْتَرُوْا السَمَاكَ
فِيْ الْمَاءِ فَاِنَّهُ غَرَرٌ
“Jangan
menjual ikan di dalam air sebab itu termasuk penipuan” (HR. Ahmad).
2.
Orang yang Berjual-beli
a)
Dewasa, anak yang belum dewasa tidak sah
berjual beli.
b)
Berakal sehat
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ
أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا
وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik” (QS An Nisa/4 : 5)
c)
Bukan pemboros
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ
كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”
(QS
Al Isra/17 : 27).
d)
Tidak atas paksaan
3.
Alat untuk Menukar dalam Kegiatan
Jual-beli
a)
Harga barang yang diperjual belikan harus
disepakati penjual dan pembeli.
b)
Nilai tukar barang harus diserahkan
ketika bertransaksi.
c)
Jika jual beli secara kredit harus jelas
kesepakatnn dan aturannya.
d)
Jika dilakukan dengan barter, alat tukar
tidak boleh yang haram
4.
Ijab Qabul (Akad)
Adalah ucapan serah
terima antara penjual dan pembeli harus dilakukan dengan saling suka atau rela,
artinya dengan kehendak sendiri.
E.
Khiyar
Khiyar adalah hak bagi
penjual dan pembeli untuk meneruskan transaksi atau membatalkannya karena
sesuatu hal, misalnya cacat. Khiyar dibolehkan untuk menghindari penyesalan
baik bagi penjual atau pembeli. Khiyar terbagi jadi tiga, yaitu :
1.
Khiyar Majlis
Pembeli dan penjual boleh
memilih melanjutkan atau membatalkan saat keduanya masih berada di tempat jual
beli. Sabda Nabi saw :
عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ
عَمْرٍ ابْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَااِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ
صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَتَ أَنْ
يَسْتَقِيْلَهُ
“Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda : “Pembeli dan penjual (memounyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah,
kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh
meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan” (HR. Tirmidzi).
2.
Khiyar Syarat
Masa memilih itu dijadikan syarat oleh
penjual, pembeli atau keduanya.
3.
Khiyar Aib
Khiyar ‘aib (cacat)
yaitu pembeli boleh mengembalikan barang jika dikemudian hari (sesuai
kesepakatan) ternyata memiliki cacat.
F.
Bentuk dan Macam Jual Beli
1.
Jual Beli yang Sah tetapi terlarang
Jual beli sah tetapi terlarang, yaitu
sebagai berikut :
a.
Menyakiti perasaan penjual atau pembeli.
b.
Menaikkan harga sangat tinggi sehingga
menyusahkan masyarakat.
c.
Jual beli yang dilakukan pada waktu akan
shalat Jum’at.
d.
Membeli atau menjual barang yang sedang
ditawar oleh orang lain.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ اَخِيْهِ
“Dari Ibnu Umar dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Janganlah seseorang di antara kalian menjual diatas jualan saudaranya” (HR. Bukhari).
e. Membeli
barang pedagang kampung dengan cara menghadangnya di pinggir jalan sebelum
pedagang itu mengetahui harga sebenarnya di pasar.
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَيُتَلَقَّى
الرُّكبَانَ لِبَيْعِ ......
“Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah saw bersabda :
“Janganlah kalian mencegat pedagang memborong barang-barangnya sebelum sampai
ke pasar ......(HR. Muslim).
f.
Membeli barang untuk ditimbun.
g.
Memperjual belikan barang yang sah tetapi
untuk keperluan maksiat, seperti jual beli ayam untuk aduan.
h. Jual
beli dengan maksud untuk menipu, seperti barang yang tampaknya bagus ternyata
di dalamnya rusak.
2.
Jual Beli Terlarang
Terlarang karena kurang syarat dan
rukunnya, seperti :
a.
Menjual sperma binatang jantan, karena
tidak diketahui kadarnya dan tidak ada serah terima.
b.
Jual beli sesuatu yang belum ada di
tangan.
c.
Menjual dengan sistem ijon.
d.
Jual beli anak ternak yang masih dalam
kandungan.
e.
Jual beli benda najis.
3.
Jual Beli Garar (ijon)
Jual beli yang tidak
jelas/belum jelas takaran/timbangannya, seperti jual beli buah yang masih muda
dan akan dipanen saat sudah matang.
Riba
www.galena.co.id
A.
Pengertian Riba
1.
Secara Bahasa
Secara bahasa, riba artinya tambahan atau
kelebihan.
2.
Secara Istilah
Yaitu transaksi yang
pada waktu meminjam atau menukar barang tertentu ada tambahan presentase atau
kelebihan.
B.
Dalil Larangan Riba
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran/3 :
130).
Firman Allah :
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا
لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ
مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (QS Ar Ruum/30 : 39).
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Al Baqarah/2 : 278).
C.
Jenis-jenis Riba
1.
Riba Fadl, tukar menukar barang
tetapi tidak sama ukurannya, seperti tukar menukar perhiasan emas tidak sama
timbangannya.
2.
Riba Qardi, yaitu riba yang
disebabkan utang piutang dengan bunga tinggi.
3.
Riba Nasi’ah, yaitu tambahan bunga
atau rente berganda. Misalnya telah ditetapkan bunga 20%, tetapi bila tidak
tepat waktu maka dikenakan 20% berikutnya.
4.
Riba Yad, yaitu riba yang
disebabkan terpisahnya tempat akad atau transaksi, kecuali sudah disebutkan
jumlah atau kwalitas barangnya.
Lembaga Keuangan Bank (Syariah)
www.keywordsfind.com
A.
Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah
bank umum yang melaksanakan kegiatan nusaha berdasarkan prinsip syariah.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islamantara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang sesuai syariah.
B.
Konsep Pengelolaan Bank Syariah
1.
Islam memandang harta adalah titipan
Allah.
2.
Bank syariah mendorong agar pengelolaan
harta sesuai dengan ajaran Islam.
3.
Bank syariah mengutamakan karakter atau
akhlak terpuji sebagai sikap dasar nasabah dan bank.
4. Adanya
ikatan emosional berdasarkan prinsip keadilan, sederajat dan ketentraman antara
pemegang saham, nasabah dan pengelola.
5. Prinsip
bagi hasil sebagai berikut :
a. Penntuan
besarnya resiko bagi hasil ditentukan pada saat akad dengan berpedoman pada
untung rugi.
b. Besrnya
bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan bukan modal.
c. Jumlah
bagi hasil meningkat sesuai meningkatnya pendapatan dan sebaliknya.
d. Tidak
ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
e. Keuntungan
dan kerugian ditanggung kedua belah pihak.
C.
Kegiatan Perbankan Syariah
1.
Produk penghimpunan dana
a.
Penitipan barang/uang (wadi’ah)
1)
Wadi’ah
yad amanah
Penitipan barang,
dimana penerima tidak diperkenankan menggunakan barang tersebut.
2)
Wadi’ah
yad dhamanah
Penitipan barang,
dimana penerima boleh memanfaatkan barang tersebut.
b.
Kerjasama pemilik modal denga pengelola (mudharabah)
1)
Mudharabah mutlak
Penerima titipan (mudharib) diberi kuasa penuh untuk mengelola
modal.
2)
Mudharabah muqayyad
Pemilik modal
menetapkan syarat tertentu yang hatrus dipatuhi oleh mudharib, seperti jenis
usaha, tempat usaha dan lain-lain.
2.
Produk penyaluran dana
a.
Sistem jual beli
1)
Pembiayaan barang dengan bentuk bai’
al murabahah (cicilan)
2) Bentuk
kerja sama pertanian, peternakan dll disebut bai’ assalam. Bank
bertindak sebagai pembeli, nasabah bertindak sebagai penjual, kemudian bank
menjual lagi kepada pihak yang membutuhkan.
3) Bentuk
bai’ al isyisna yaitu pembiayaan konstruksi. Pihak bank sebagai pemodal,
nasabah sebagai penyedia. Nasabah lain sebagai pemesan dia akan membayar secara
angsuran kepada pihak bank.
b.
Sistem bagi hasil
1) Bank
sebagai pemodsl dan nasabah sebagai pengelolan proyek. Jika proyek menghasilkan keuntungan, maka
dilakukan bagi hasil sesuai kesepakatan.
2) Pihak
bank dan nasabah sama-sama mengeluarkan modal dengan keuntungan bagi hasil.
Sistem disebut musyarakat (syarikat).
c.
Sistem sewa (ijarah)
Bank sebagai pemberi
sewa dan nasabah sebagai penyewa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual
kepada nasabah.
3.
Produk jasa
1)
Bank bertindak sebagai wakil nasabah (wakalah).
Ini dilakukan bagi nasabah yang akan melakukan transfer, penagihan atau letter
of credit (LC).
2)
Jasa pinjaman nasabah atau pemberian
garansi oleh bank (kafalah).
3)
Jasa pengambilan piutang nasabah (hawalah).
4)
Jasa berupa gadai dari nasabah kepada
bank sebagai jaminan pembiayaan, disebut rahn.
Lembaga Keuangan Non Bank
rosda.co.id
A.
Syirkah (Perseroan)
Adalah persekutuan
atau kerja sama dua orang atau lebih dalam suatu usaha dengan keuntungan
dinikmati bersama. Syirkah terbagi dua, yaitu :
1. Syirkah
Inan, yaitu kerja sama usaha antara dua orang atau lebih dengan modal
bersama dengan ketentuan keuntungan sesuai kesepakatan.
2. Syirkah
‘Abdan, yaitu kerja sama dua orang atau lebih dalam mengerjakan suatu
proyek atau pekerjaan dengan keuntungan ditetapkan sesuai kesepakatan. Misalnya
pekerjaan konveksi, bangunan dan lain-lain.
Manfaat syirkah ‘Abdan
:
a. Menjalin
hubungan persaudaraan.
b. Memenuhi
kebutuhan dan kesejahteraan.
c. Mengerjakan
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
d. Menciptakan
kemajuan di segala bidang.
Macam serikat kerja
(‘Abdan) antara lain :
a. Qirad, disebut juga mudharabah,
yaitu memberikan modal kepada pihak kedua untuk dikelola, kemudian
keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan.
b. Musaqah,
yakni
kerja sama antara pemilik kebun dengan pengelola dengan bagi hasil sesuai
kesepakatan.
c. Muzara’ah,
adalah
kerja sama antara pemilik sawah/ladang dengan pengelola dengan bagi hasil
sesuai kesepakatan.
d. Mukhabarah,
yaitu
kerja sama pemilik sawah dengan penggarap. Bibit/ benih dan zakat tanggung
jawab pemilik tanah.
B.
Asuransi Syariah
Asuransi syariah
adalah asuransi yang memiliki landasan saling memikul resiko atau saling
menjamin. Saling memikul tanggung jawab ini dilakukan atas dasar saling
menolong dalam kebaikan.
Pinjam Meminjam (‘Ariyah)
uangteman.com
A. Pengertian
‘Ariyah
1.
Secara Bahasa
‘Ariyah adalah pinjam-meminjam.
2.
Secara Istilah
Adalah pemberian
manfaat dari suatu benda atau barang dengan tidak perjanjian imbalan dan barang
harus dikembalikan dalam keadaan utuh/tidak rusak. Landasan hukum pinjam
meminjam adalah :
Firman Allah :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“..........Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..........” (QS. Al Maidah/5 : 2).
Sabda Rasulullah saw :
وَالله فِيْ عَوْنِ
الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ اَخِيْهِ
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama dia mau
menolong saudaranya” (HR. Ahmad).
B.
Hukum Pinjam Meminjam (‘Ariyah)
Hukum pinjam meminjam
adalah sunah sebagaimana tolong menolong lainnya.
C.
Syarat Rukun Pinjam Meminjam (‘Ariyah)
1.
Orang yang meminjamkan
a.
Dewasa
b.
Dia adalah pemilik barang yang
dipinjamkan
2.
Orang yang meminjam
a.
Dewasa
b.
Mampu menjaga keutuhan barang pinjaman
3.
Barang pinjaman
a.
Bermanfaat
b.
Barang itu kekal setelah diambil
manfaatnya.
4.
Sighat/ijab qabul
Adalah serah terima
antara orang yang meminjamkan dengan peminjam. Untuk menjaga kepercayaan dan
keutuhan barang, maka lebih utama pinjam meminjam ditulis dan disaksikan.
D.
Kewajiban Peminjam
1.
Mengembalikan barang apabila telah
selesai penggunaannya.
الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ
وَالزَّاعِمُ غَارِمٌ وَالدَّيْنُ مُقْضِيٌ
“Barang pinjaman itu harus dikembalikan, orang yang meminjam
harus membayar jaminannya seta utang harus dibayar” (HR. Tirmidzi).
2.
Mengganti jika barang hilang atau rusak
لاَ بَلْ عَمَكٌ مَضِمُوْنَةٌ
“Tidak,
melainkan pinjaman yang harus dijamin” (HR. Abu Daud).
3.
Merawat barang pinjaman
عَنِ الْيَدِيْمَا اَخَدَتْ
حَتَّى يُؤَدِّيَهُ بَلْ عَارِيَةٌ مَضْمُوْنَةٌ
“Kewajiban peminjam merawat apa yang dipinjamnya sehingga ia
mengembalikan barang itu” (HR. Ahmad).
Sewa Menyewa (Ijarah)
A.
Pengertian Ijarah
1.
Secara Bahasa
Adalah upah atau sewa.
2.
Secara Istilah
Adalah memberikan
suatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan ketentuan orang
yang diberi pinjaman itu memberikan imbalan kepada pemilik barang.
Firman Allah.
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ
تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا
آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut” (QS. Al Baqarah/2 : 233).
Sabda Rasulullah saw :
اِحْتَجَمَ وَاَخْطَى
الْحُجَامِ اَجْرَهُ
“Berbekamlah kalian dan berikan upah bekamnya kepada tukang
bekam tersebut” (HR. Bukharai dan Muslim).
B.
Hukum Sewa Menyewa (Ijarah)
Hukum asal sewa
menyewa adalah boleh, dapat berubah jadi haram jika sewa menyewa barang yang
haram.
C.
Syarat Rukun Sewa Menyewa (Ijarah)
a.
Orang yang menyewa
b.
Orang yang menyewakan
Orang yang menyewa dan menyewakan harus :
1)
Baligh
2)
Berakal sehat
3)
Atas kehendak sendiri
c.
Benda yang disewakan
1)
Dapat diambil manfaatnya
2)
Diketahui jenis, kadar, sifat dan jangka
waktu sewanya
d.
Upah/bayaran sewa menyewa
e.
Akad
Serah terima sewa menyewa yang bersifat mengikat dengan
perjanjian seperlunya.
Sumber :
1. Muchtar, Nashikun. 2011. PAI Untuk SMK dan MAK Kelas XI.
Jakarta, Erlangga.
2. Kemdikbud. 2014. PAI dan Budi Pekerti Kelas XI. Jakarta.
3. Abd. Rahman H. dkk. 2018.
PAI dan Budi Pekerti 2 Untuk SMK Kelas XI. Jakarta. Erlangga.