Penyelenggaraan Jenazah (Materi Kelas 11)
Kematian
Kematian adalah berakhirnya kehidupan seseorang yang
ditandai dengan berhentinya denyut nadi, detak jantung dan hembusan nafas di
tubuhnya. Kematian adalah peristiwa yang pasti akan dilewati oleh setiap
makhluk yang bernyawa, kematian merupakan pintu masuk pada kehidupan lain yang
lebih lama dan kekal (akhirat).
Kehidupan yang sangat bergantung pada perjalanan hidup
seseorang di dunia. Jika kehidupannya di dunia baik maka kehidupan di
akhiratpun akan baik, dan sebaliknya.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan” (QS. Ali Imran/3 :
185).
Sabda Nabi saw :
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
mengingat pemutus kelezatan (kematian)” (HR. Tirmidzi).
Ketika kita mati tidak ada sesuatu yang dibawa, kalaulah
ada itu hanya amal saja. dari Anas bin Malik ra ia berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda :
يَتْبَعُ الْمَيِّتُ ثَلَاثَةٌ،فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى
مَعَهُ وَاحِدٌ، يَتْبَعُهُ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِغُ أَهلُهُ
وَمَالُهُ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Yang mengikuti mayit sampai ke
kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang
mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga
dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar Al Atsqalani dalam sarah Sahih Bukhari berkata :
قَوْلُهُ ( يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ )
هَذَا يَقَعُ فِي الْأَغْلَبِ ، وَرُبَّ مَيِّتٍ لَا يَتْبَعُهُ إِلَّا عَمَلُهُ
فَقَطْ
“Mayit akan diikuti oleh keluarga,
harta dan amalnya. Itu adalah umumnya. Bisa jadi ada mayit yang hanya diikuti
oleh amalnya saja, tanpa membawa harta dan keluarga ketika diantar ke kuburan.” (Fath Al-Bari, 11: 365).
Adab Orang Yang Sedang Sakit
Adapun kitika seseorang sedang sakit, itu artinya sedang diuji oleh Allah
dengan penyakitnya itu, maka yang seharusnya dilakukan adalah :
1. Rela terhadap qadha dan qadar Allah, sabar dan berprasangka
baik kepadaNya.
2. Diperbolehkan untuk berobat dengan sesuatu yang mubah, dan
tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram, atau berobat dengan sesuatu yang
merusak aqidahnya; misalnya, seperti datang kepada dukun, tukang sihir atau ke
tempat lainnya. Dari Abu Hurairah,dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً”.أخرجه البخاري
“Allah
tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah turunkan juga obatnya” [HR Al Bukhari].
Dan
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا
بِحَرَامٍ.
“Sesungguhnya Allah
menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah kalian, dan jangan berobat
dengan sesuatu yang haram”. [Dikeluarkan Al Haitsami di dalam Majma’az Zawa’id].
3. Apabila bertambah parah sakitnya, tidak boleh baginya untuk
mengharapkan kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لَا
يَزِيدُ
الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
“Janganlah salah
seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta kematian
sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal, maka
terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya kecuali
kebaikan”. [HR Muslim].
4. Hendaknya seorang muslim berada di antara khauf (rasa takut)
dan raja’ (berhara).
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi seorang pemuda yang dalam keadaan sakaratul maut; kemudian Beliau bertanya: “Bagaimana engkau menjumpai dirimu?” Dia menjawab: “Wahai, Rasulullah! Demi Allah, aku hanya berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah bersabda:
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi seorang pemuda yang dalam keadaan sakaratul maut; kemudian Beliau bertanya: “Bagaimana engkau menjumpai dirimu?” Dia menjawab: “Wahai, Rasulullah! Demi Allah, aku hanya berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah bersabda:
لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا
أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
“Tidaklah berkumpul
dua hal ini ( yaitu khauf dan raja’) di dalam hati seseorang, dalam kondisi
seperti ini, kecuali pasti Allah akan berikan dari harapannya dan Allah berikan
rasa aman dari ketakutannya” [HR At Tirmidzi].
5. Wajib baginya untuk mengembalikan hak dan harta titipan
orang lain, atau dia juga meminta haknya dari orang lain. Kalau tidak
memungkinkan, hendaknya memberikan wasiat untuk dilunasi hutangnya, atau
dibayarkan kafarah atau zakatnya.
6. Hendaknya bersegera untuk berwasiat sebelum datang
tanda-tanda kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ
إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
“Tidak sepatutnya
bagi seorang muslim yang masih memiliki sesuatu yang akan diwasiatkan untuk
tidur dua malam kecuali wasiatnya sudah tertulis di dekatnya” [HR Al Bukhari].
Tentang Menjenguk Orang Sakit
عَنْ
اُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : اِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيْضَ أَوِ الْمَيِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا فَاِنَّ
الْمَلَائِكَةِ يُؤْمِنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ
أَبُوْ سَلَمَةَ أَتَيْتُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهً عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . فَقُلْتُ
: يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اَبَاسَلَمَةَ قَدْ مَاتَ . قَالَ : قُوْلِيْ اللهُمَّ
اغْفِرْ لِيْ وَلَهُ وَأعْقِبْنِيْ مِنْهُ عَقْبَى حَسَنَةٍ . قَالَتْ فَقُلْتُ : فَأَعْقَبَنِيْ
اللهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِيْ مِنْهُ مُحَمَّدً صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(رواه مسلم)
“dari Ummu Salamah dia berkata :
“Rasulullah saw bersabda : “ Apabila kamu menjenguk orang sakit atau orang yang
meninggal, maka ucapkanlah (doa) yang baik karena malaikat mengaminkan ucapan
kalian” Ummu Salamah mengisahkan : “Ketika Abu Salamah meninggal, saya
mendatangi Nabi saw dan berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah
telah meninggal”, maka beliaupun bersabda : “Ucapkanlah allahummag fir lii
walahu wa a’qibnii minhu ‘uqba hasanah (Ya Allah, ampunilah aku dan
ampunilah dia, dan berilah ganti kematiannya itu bagiku dengan ganti yang lebih
baik”. Maka sayapun membacanya sehingga Allah menggantikannya dengan yang lebih
baik darinya, yaitu Muhammad saw” (HR. Muslim).
Di antara adab dalam
menjenguk orang yang sakit adalah sebagai berikut :
1. Mendoakan yang baik
(kesembuhan) baginya.
2. Menghibur keluarga dan
memberikan harapan kesembuhan si sakit.
3. Tidak memakai pakaian
yang mencolok (terlalu bagus),
4. Memberikan santunan (jika
ada),
5. Menasihati si sakit agar
bersabar dan berdoa.
6. Mengingatkan keluarga
agar si sakit tetap beribadah, terutama shalat dan berzikir.
Dahsyatnya Sakaratul Maut
Sakaratul maut adalah
suatu keadaan yang menunjukkan bahwa kematian sudah benar-benar dekat. Skaratul
maut adalah puncak beratnya kematian seseorang.
وَجَاءَتْ
سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratulmaut dengan
sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (QS. Qaaf/50 :
19.
Adab terhadap yang sedang sekarat adalah sebagai berikut :
1. Didampingi oleh keluarga, perempuan dibolehkan jika kuat dan
tabah (tapi tidak dilarang bagi yang rapuh jiwanya).
2. Dibaringkan dengan miring menghadap kiblat. Jika sulit boleh
dibaringkan telentang dengan kaki mengarah kiblat.
3. Ditalqinkan, yaitu dibimbing mengucapkan kalimah tauhid, sabda
Rasulullah saw :
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لآ اِلَهَ الّى اللهُ
“Talqinkan orang yang menghadapi kematian
(dengan ucapan) laa ilaaha illallah” (HR. Muslim).
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لآاِلَهَ اِلَّا اللهُ دخال الجنةَ
“Barang siapa yang akhir ucapannya adalah
laa ilaaha illallah, dia akan masuk surga” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
4. Diingatkan kepada si sakit agar berbaik sangka kepada Allah.
لاَ يَمُوْتَنِّ اَحَجُكُمْ اِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الضَّنَّ
بِااللهِ تَعَالَى
“Dan janganlah salah seorang di antara
kalian mati kecuali dia berbaik sangka kepada Allah ta’ala (HR. Muslim).
5. Didoakan dan berkata dengannya yang baik-baik.
Adab saat Ada Kematian
1.
Memejamkan matanya
Dari Ummu Salamah
Hindun bintu Abi Umayyah ra ia berkata : “Rasulullah masuk (ke rumah ketika
Abu Salamah meninggal), ketika itu kedua matanya terbuka, kemudian Rasulullah
saw memejamkan kedua matanya dan bersabda : “Sesungguhnya bila ruh telah
dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya” (HR. Muslim)
2.
Mendoakan kebaikan dan
ampunan bagi si mayit.
3.
Mengikat daguna supaya
tidak terbuka.
4.
Menutupi tubuhnya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حِيْنَ تُوُفِّيَ سُجَيَّ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ
“Dari
‘Aisyah ra Berkata : “Sesungguhnya Rasulullah saw ketika beliau wafat beliau
ditutup dengan kain hibrah (dari Yaman)” (HR. Bukhari dan
Muslim)
5.
Menyegerakan
pemakamannya.
6.
Memohonkan maaf kepada
masyarakat atas dosa-dosanya.
7.
Menyelesaikan
utang-utangnya.
8.
Menunaikan amanatnya.
9.
Menyambungkan
silaturrahmi dan berbuat baik kepada sahabat al marhum.
10. Dibolehkan mencium wajah mayit.
Penyelenggaraan Jenazah
Hukum mengurus jenazah
adalah fardhu kifayah dan Allah akan memberikan pahala yang amat besar bagi
yang mengerjakannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
مَنْ
شَهِدَ الجِنَازَةِ حَتَّى يُصَلِّيْ فَالَهُ قِيْرَاطٌ . وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى
تُذْفَنَ كَانَ لَهُ قِيْرَاطَانِ قِيْلَ : وَمَالْقِيْرَاطَانِ؟ قَالَ : مِثْلُ
الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ (وَفِى الرِّوَايَةِ الْاُخْرَى : كُلُّ قِيْرَاطٍ
مِثْلُ اُحُدِ
“Barangsiapa menyaksikan jenazah sampai
menyolatkan maka (pahala) baginya satu qirat. Dan barang siapa menyaksikan
jenazah sampai menguburkannya maka (pahala) baginya dua qirat”. Ditanyakan :
“Apakah pahala dua qirat itu?” Beliau menjawab : “Yaitu sebesar dua gunung yang
besar” (dalam riwayat lain) “Setiap satu qirat ukurannya sebesar gunung uhud” (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya).
A.
Memandikan
Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu
kifayah. Dengan dalil sabda Nabi tentang seorang muhrim (orang yang mengerjakan
ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya:
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ
فِي ثَوْبَيْهِ
“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan
kafanilah dengan dua helai kainnya” [Muttafaqun ‘alaih].
Syarat jenazah yang dimandikan adalah :
1. Ditemukan jenazah walaupun tidak
utuh.
2. Jenazah tersebut beragama Islam.
3. Bukan karena mati syahid.
Orang yang paling berhak memandikan seorang mayit,
ialah
1. Orang yang diberi wasiat
untuk mengerjakan hal ini. Dahulu Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu
berwasiat supaya dimandikan oleh isterinya, yaitu Asma’ binti Umais, kemudian
dia (Asma’ binti Umais) mengerjakannya. Dikeluarkan oleh Malik dalam Al
Muwatha’, Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah.
2. Bapaknya,
3. Kakeknya,
4. Kerabat dekat dari ashabahnya
(kerabat lelaki).
5. Suami atau isteri. Diriwayatkan dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepada ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anha:
لَوْ مُتِّ قَبْلِيْ لَغَسَلْتُكِ وَكَفَنْتُكِ
“Seandainya engkau mati sebelumku, pasti aku akan
memandikan dan mengkafanimu” [HR Ahmad, Ibnu Majah, Ad Darimi].
6. Bagi seorang lelaki atau wanita,
boleh memandikan anak yang di bawah umur tujuh tahun, baik laki-laki
atau perempuan. Ibnul Mundzir berkata, ”Telah sepakat para ulama yang kami
pegang pendapatnya, bahwa seorang wanita boleh memandikan anak kecil
laki-laki”. Karena tidak ada aurat ketika hidupnya, maka demikian pula
setelah matinya. [Lihat Al Mulakhash Al Fiqhi (1/207)].
Catatan Penting :
Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan
seorang kafir.
Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ
أَبَدًا وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِالله
“Janganlah engkau menyalatkan seorang yang mati di
antara mereka selama-lamanya, dan janganlah engkau berdiri di atas kuburnya,
sesungguhnya mereka kafir kepada Allah” [At Taubah : 84].
Yang dimaksud dengan ayat
tersebut, yaitu haram menguburnya seperti mengubur seorang muslim. Akan tetapi
kita gali untuknya lubang, kemudian dimasukkan mayat orang kafir ke dalam
lubang tersebut, atau ditutup dengan sesuatu. Karena Rasulullah n memerintahkan
untuk melempar mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh dalam Perang Badar ke
dalam satu sumur di antara sumur-sumur yang ada di Badar. [HR Al Bukhari di
dalam kitab Al Maghazi].
Cara Memandikan Jenazah
1. Hendaklah dipilih tempat yang
tertutup,
2. Tidak disaksikan kecuali oleh
orang yang memandikan dan orang yang membantunya.
3. Melepaskan pakaiannya semula
dipakainya setelah diletakkan kain di atas auratnya, sehingga tidak terlihat
oleh seorangpun.
4. Iistinja’ terhadap mayit dan
dibersihkan kotorannya.
5. Dilakukan wudhu’ seperti wudhu’
ketika akan shalat. Akan tetapi, Ahlul Ilmi mengatakan, tidak dimasukkan air ke
dalam mulut dan hidungnya, namun diambil kain yang dibasahi dengan air, lalu
dipakai untuk menggosokkan giginya dan bagian dalam hidungnya, kemudian dibasuh
kepala dan seluruh tubuhnya, dimulai dengan bagian kanan.
6. Hendaknya dicampurkan daun bidara ke dalam air. Daun
bidara tersebut dipakai untuk membersihkan rambut kepala dan janggutnya. Pada
kali yang terakhir diberi kapur (butir wewangian), karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian kepada para wanita yang memandikan
putrinya. Beliau bersabda: “Ambillah kapur pada kali yang terakhir, atau
sesuatu dari kapur.” Kemudian dikeringkan dan diletakkan di atas kain kafan.
[70 Su’alan Fi Ahkamil Janaiz, Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin, hlm. 6].
7. Tidak diperbolehkan untuk
mendatangi tempat pemandian mayit, kecuali orang yang akan memandikan dan orang
yang membantunya.
8. Ketika memandikan mayit, perlu
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Yang wajib dalam memandikan mayit
adalah sekali. Apabila belum bersih, maka tiga kali dan seterusnya yang
diakhiri dengan hitungan ganjil.
b. Disunnahkan untuk menyertainya
dengan daun bidara atau sesuatu yang membersihkan, seperti sabun atau yang
lainnya.
c. Hendaknya pada kali yang
terakhir, dicampurkan butir wewangian (kapur).
d. Melepaskan ikatan rambut dan
membersihkannya dengan baik, menguraikan dan menyisir rambutnya, mengikat
rambut wanita menjadi tiga ikatan dan meletakkan di belakangnya.
e. Memulai memandikan dengan bagian
tubuhnya yang kanan, anggota wudhu’nya terlebih dahulu. [Lihat Ahkamul Janaiz,
hlm. 48].
f.
Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan
akan tersayat-sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang
wanita di tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau
sebaliknya, maka mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu) yang baik,
diusap wajah dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.
g. Disunnahkan untuk mandi bagi
orang yang telah selesai memandikan mayit.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ
حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia
mandi. Dan barangsiapa yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu” [HR Ahmad, Abu Dawud dan beliau menghasankannya].
h. Seorang yang mati syahid
(terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan, meskipun dia dalam keadaan
junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang menempel padanya. Dalam hadits Jabir
Radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَرَ بِدَفْنِ شُهَدَاءِ أُحُدٍ فِي دِمَائِهِمْ وَلَمْ يُغَسَّلُوْا
وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk mengubur para syuhada’ Uhud dalam (bercak-bercak ) darah
mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan” [HR Al Bukhari].
Hukum ini khusus bagi syahid ma’rakah (orang yang
terbunuh di medan perang). Adapun orang yang mati terbunuh karena membela
hartanya atau kehormatannya, mereka tetap dimandikan, meskipun mereka juga
syahid. Demikian pula orang yang mati karena wabah tha’un, atau karena penyakit
perut, mati tenggelam atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap
dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/364).
i.
Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari
empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah
yang marfu’:
وَ الطِّفْلُ (و في رواية: السِّقْطُ)
يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى لِوَالِدَيْهِ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ
“Seorang anak kecil (dan dalam satu riwayat, janin
yang mati keguguran), dia dishalatkan dan dido’akan untuk kedua orang tuanya
dengan ampunan dan rahmat”
[HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].
Hal ini karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh,
sebagaimana dalam hadits tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al
Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud.
B.
Mengkafani
1.
Yang wajib dari kafan adalah yang menutup seluruh tubuhnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits Jabir
Radhiyallahu a’nhu :
إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ
“Apabila salah seorang diantara kalian
mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus kafannya” [HR Muslim].
Ulama berkata: “Yang dimaksud dengan
memperbagus kafannya, yaitu yang bersih, tebal, menutupi (tubuh jenazah) dan
yang sederhana. Yang dimaksud bukanlah yang mewah, mahal dan yang indah”.
2. Biaya kain kafan
diambilkan dari harta mayit, lebih didahulukan daripada untuk membayar
hutangnya. Rasulullah n bersabda tentang seorang yang mati dalam keadaan ihram:
….وَكَفِّنُوْهُ فِي ثَوْبَيْهِ
“Kafanilah dia dengan dua bajunya” [Muttafaqun ‘alaih]
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk dikafani dengan pakaian ihram miliknya sendiri.
3. Disunnahkan untuk
dikafani dengan tiga helai kain putih.
Karena Rasulullah dikafani dengan tiga lembar kain putih suhuliyyah, berasal dari negeri di dekat Yaman. Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Karena Rasulullah dikafani dengan tiga lembar kain putih suhuliyyah, berasal dari negeri di dekat Yaman. Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فَجَمِّرُوْهُ
ثَلاَثًا
“Apabila kalian memberi wewangian kepada
mayit, maka berikanlah tiga kali” [HR Ahmad].
4. Apabila ada beberapa
mayit, sedangkan kain kafannya kurang, maka beberapa orang boleh untuk dikafani
dengan satu kafan dan didahulukan orang yang paling banyak hafalan Al Qur’annya,
sebagaimana kisah para syuhada Uhud.
5. Kafan seorang wanita
sama seperti kafan seorang lelaki.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain, Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain” Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/393) dan Ahkamul Janaiz, 65.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain, Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain” Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/393) dan Ahkamul Janaiz, 65.
1. Imam berdiri sejajar dengan
kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam berdiri di bagian tengahnya.
Makmum berdiri di belakang imam. Disunnahkan untuk berdiri tiga shaf (barisan)
atau lebih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوفٍ
فَقَدْ أَوْجَبَ
“Barangsiapa yang menyalatkan jenazah dengan tiga
shaf, maka sesungguhnya dia diampuni” [HR At Tirmidzi]
2. Kemudian bertakbir yang pertama,
membaca Al Fatihah setelah ta’awwudz, tidak membaca do’a iftitah sebelum Al
Fatihah. Kemudian takbir yang kedua, membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam tasyahhud. Setelah takbir yang ketiga,
membaca do’a untuk mayit. Sebaik-baik do’a adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا
وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا
“Wahai, Allah! Ampunilah orang yang hidup di antara
kami dan orang yang mati, yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil
dan orang dewasa, lelaki dan wanita kami” [HR At Tirmidzi]
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau menambahkan:
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا
فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِيْمَانِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِسْلَامِ
اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ
وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ
“Wahai, Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara
kami, maka hidupkanlah dia di atas keimanan. Dan orang yang Engkau wafatkan di
antara kami, maka wafatkanlah ia di atas keimanan. Wahai, Allah! Janganlah
Engkau halangi kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami
sesudahnya” [HR Abu Dawud].
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ
وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ
بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ
مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ
الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا
خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ
وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ
وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ
النَّارِ
“Wahai, Allah! Berilah ampunan baginya dan rahmatilah
dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah
tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari
kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran.
Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih
baik dari keluarganya semula, isteri yang lebih baik dari isterinya semula.
Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dari adzab kubur dan adzab neraka” [HR Muslim dari ‘Auf bin Malik].
Apabila mayitnya seorang wanita, maka diganti dengan
dhamir muannats….
(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا ….)
3. Kemudian takbir yang keempat dan
berhenti sejenak. Kemudian salam ke arah kanan sekali salam. Syaikh Ibnu
Utsaimin menegaskan: “Pendapat yang benar, ialah tidak masalah (jika) salam
dua kali, karena hal ini telah tertera di sebagian hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam” [Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/424)]
Di antara dalil yang menunjukkan salam dua kali dalam
shalat jenazah, yaitu hadits Ibnu Mas’ud.
ثَلاَثُ خِلاَلٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُنَّ تَرَكَهُنَّ النَّاُس,إِحْدَاهُنَّ
التَّسْلِيْمُ عَلَى
الْجَنَازَةِ مِثْلُ التَّسْلِيْمِ فِي الصَّلاَةِ
“(Ada) tiga kebiasaan (yang pernah) dikerjakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun kebanyakan orang
meninggalkannya. Salah satunya, (yaitu) salam dalam shalat jenazah seperti
salam di dalam shalat”
(HR Al Baihaqi). Maksudnya, dua kali salam seperti yang telah kita ketahui.
Syaikh Al Albani menyatakan, diperbolehkan hanya
dengan satu kali salam yang pertama saja, karena hadits Abu Hurairah:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّىعَلَىالْجَنَازَةِ فَكَبَّرَ عَلَيْهَا أَرْبَعًا وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Rasulullah dahulu shalat jenazah; Beliau
bertakbir empat kali dan salam satu kali” (HR Ad Daraquthni dan Al Hakim). Al Baihaqi meriwayatkan dari
jalan Abul ‘Anbas dari bapaknya dari Abu Hurairah.(Ahkamul Janaiz, 128).
Dan disunnahkan untuk sirri (pelan) saat mengucapkan salam pada shalat jenazah.
Dan disunnahkan untuk sirri (pelan) saat mengucapkan salam pada shalat jenazah.
4. Disunnahkan mengangkat tangan
pada setiap kali takbir.
Terdapat hadits yang shahih dari Ibnu Umar secara mauquf, bahwasanya beliau Radhiyallahu anhuma mengerjakannya. Hadits ini memiliki hukum marfu’, karena hal seperti ini tidak mungkin dikerjakan oleh seorang sahabat dengan hasil ijtihadnya.
Terdapat hadits yang shahih dari Ibnu Umar secara mauquf, bahwasanya beliau Radhiyallahu anhuma mengerjakannya. Hadits ini memiliki hukum marfu’, karena hal seperti ini tidak mungkin dikerjakan oleh seorang sahabat dengan hasil ijtihadnya.
Ibnu Hajar berkata: “Terdapat riwayat shahih dari
Ibnu Abbas, bahwasanya beliau mengangkat tangannya pada seluruh takbir jenazah”
[Diriwayatkan oleh Sa’id, di dalam At Talkhishul Habir (2/147)].
5. Tidak diperbolehkan shalat
jenazah pada tiga waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat.Yaitu ketika
matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika matahari sepenggalah hingga
tergelincir dan ketika matahari condong ke barat hingga terbenam. Ini
disebutkan sebagaimana di dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir.
6. Bagi kaum wanita, diperbolehkan
untuk menyalatkan jenazah dengan berjama’ah. Dan tidak mengapa apabila shalat
sendirian, karena dahulu Aisyah Radhiyallahu anhuma menyalatkan jenazah Sa’ad
bin Abi Waqqash.
7. Apabila terkumpul lebih dari satu
jenazah dan terdapat mayat lelaki dan wanita, maka boleh dishalatkan dengan
bersama-sama. Jenazah lelaki meskipun anak kecil, diletakkan paling dekat
dengan imam. Dan jenazah wanita diletakkan ke arah kiblatnya imam. Yang paling
afdhal di antara mereka, diletakkan di dekat adalah yang paling dekat dengan
imam.
8. Dalam menyalatkan mayit,
disunnahkan dengan jumlah yang banyak dari kaum muslimin. Semakin banyak
jumlahnya, maka semakin baik.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ
مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلَّا
شُفِّعُوا فِيهِ
“Tidaklah seorang yang mati, kemudian dishalatkan oleh
kaum muslimin, jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya,
niscaya mereka bisa memberikan syafa’at untuknya” [HR Muslim].
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ
عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا
شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian
dishalatkan oleh empatpuluh orang yang tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah
akan memberikan syafa’at kepada mereka untuknya” [HR Muslim].
9. Apabila seseorang masbuq setelah
imam salam, maka dia meneruskan shalatnya sesuai dengan sifatnya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Apabila dia
salam dan tidak mengqadha’, tidaklah mengapa. Karena Ibnu Umar berkata,’Tidak
mengqadha’. Dan dikarenakan shalat jenazah merupakan takbir-takbir yang
beruntun ketika berdiri” [Lihat Al Mughni (2/511)].
10. Apabila tertinggal dari shalat
jenazah secara berjama’ah, maka dia shalat sendirian selama belum dikubur.
Apabila sudah dikubur, maka dia shalat jenazah di kuburnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat jenazah di kuburan setelah mayat
dikuburkan semalam. Suatu ketika setelah jarak tiga hari dan pernah jarak satu
bulan. Beliau tidak memberikan batas waktu tertentu. [Lihat Zaadul Ma’ad
(1/512)].
Jadi diperbolehkan shalat jenazah di kuburan mayat
tersebut dan tidak ada batas waktu tertentu, dengan syarat bahwa ketika mayat
tersebut mati, orang yang menyalatkan sudah menjadi orang yang sah shalatnya.
11. Diperbolehkan shalat ghaib bagi
mayat yang belum di shalatkan di tempatnya semula. Karena Nabi menyalatkan Raja
Najasyi yang meninggal dunia ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengetahui berita kematiannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pendapat yang benar, mayat ghaib yang mati di tempat (di negara) yang belum dishalatkan disana, maka dishalatkan shalat ghaib. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan Najasyi, karena dia mati di lingkungan orang kafir dan belum dishalatkan di tempatnya tersebut. Apabila sudah dishalatkan, maka tidak dishalatkan shalat ghaib, karena kewajiban sudah gugur. Suatu saat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayat yang ghaib, dan juga suatu ketika tidak menyalatkannya. Beliau mengerjakan dan Beliau meninggalkannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pendapat yang benar, mayat ghaib yang mati di tempat (di negara) yang belum dishalatkan disana, maka dishalatkan shalat ghaib. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan Najasyi, karena dia mati di lingkungan orang kafir dan belum dishalatkan di tempatnya tersebut. Apabila sudah dishalatkan, maka tidak dishalatkan shalat ghaib, karena kewajiban sudah gugur. Suatu saat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayat yang ghaib, dan juga suatu ketika tidak menyalatkannya. Beliau mengerjakan dan Beliau meninggalkannya.
Demikian ini merupakan sunnah. Yang satu dalam keadaan
tertentu, dan yang lainnya dalam keadaan yang berbeda. Wallahu a’lam. Dan ini,
juga merupakan pendapat yang dipilih Ibnul Qayyim rahimahullah” [Lihat Zaadul Ma’ad (1/520)].
12. Diperbolehkan untuk menyalatkan
mayat yang dibunuh karena ditegakkan hukum Islam atas diri si mayit.
Sebagaimana di dalam hadits Muslim tentang kisah wanita Juhainah yang berzina,
kemudian bertaubat. Usai dirajam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyalatkannya.
13. Seorang pemimpin kaum
muslimin/ahli ilmu dan tokoh agama tidak menyalatkan orang yang mencuri harta
rampasan perang,atau orang yang mati bunuh diri.
Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan seorang yang mencuri harta rampasan perang, akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyalatkannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan seorang yang mencuri harta rampasan perang, akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyalatkannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ
“Shalatkanlah saudara kalian” [HR Abu Dawud].
Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau
menyalatkan orang yang mati karena bunuh diri. Dari Jabir bin Samurah
Radhiyallahu ‘anhu , berkata:
أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ
قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ
“Seseorang yang membunuh dirinya dengan anak panah
didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Beliau tidak mau
menyalatkannya” [HR Muslim].
Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai imam (pemimpin), maka Beliau tidak mau menyalatkan supaya
menjadi pelajaran bagi orang yang semisalnya. Akan tetapi, bagi kaum muslimin
wajib untuk menyalatkannya.
14. Demikian pula bagi orang yang
mati sedangkan dia meninggalkan hutang, maka dia juga dishalatkan.
15. Shalat jenazah boleh dikerjakan
di dalam masjid. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha , beliau berkata:
وَاللهِ مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى سُهَيْلِ بْنِ بَيْضَاءَ وَأَخِيْهِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ
“Demi, Allah! Tidaklah Nabi n menyalatkan jenazah Suhail
bin Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid” [HR Muslim].
Akan tetapi, yang afdhal, dikerjakan di luar masjid, di tempat
khusus yang disediakan untuk shalat jenazah, sebagaimana pada zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . [Lihat Ahkamul Janaiz (106), Asy Syarhul Mumti’
(5/444)].
D.
Menguburkan
1.
Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera
dikuburkan, sesuai sabdanya dalam hadits dari Abu Hurairah :
اَسْرِعُوْا
بِاالْجَنَازَةِ
Artinya: “Segerakanlah menguburkan jenazah....” (H.R. Bukhari Muslim)
2.
Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari.
Mengubur mayat pada malam hari diperbolehkan apabila dalam keadaan terpaksa
seperti karena bau yang sangat menyengat meskipun sudah diberi wangi-wangian,
atau karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk dikubur.
3.
Anjuran meluaskan
lubang kubur. Rasulullah saw. pernah mengantar jenazah sampai di kuburnya.
Lalu, beliau duduk di tepi lubang kubur, dan bersabda, “Luaskanlah pada
bagian kepala, dan uaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya
di surga.” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
4.
Boleh menguburkan dua tiga jenazah dalam satu liang
kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud.
Rasulullah saw. bersabda, “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan
masukkanlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur. Dahulukanlah
(masukkan lebih dulu) orang yang paling banyak hafal alQur’ān.” (HR. Nasai dan
Tirmidzi dari Hisyam bin Amir ra.)
5.
Bacaan meletakkan
mayat dalam kubur. Apabila meletakkan mayat dalam kubur, Rasulullah saw.
membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ
Artinya: “Dengan nama Allah dan
nama agama Rasulullah. Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ
Artinya: “Dengan nama Allah dan
nama agama Rasulullah dan atas nama sunnah Rasulullah.” (HR. Lima ahli
hadis, kecuali Nasai dan Ibnu Umar ra.)
6.
Larangan memperindah
kuburan. Jabir ra. menerangkan, “Rasulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk,
dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim)
7.
Sebelum dikubur, ahli
waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik
dari harta yang ditinggalkannya atau dari sumbangan keluarganya. Nabi Muhammad
saw. bersabda: “Diri orang mu’min itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Tuhan), karena
hutangnya, sampai dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya)” (HR. Ahmad dan
Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.)
Ziarah Kubur
Ziarah artinya berkunjung, kubur artinya kuburan. Ziarah kubur
artinya berkunjung ke kuburan. Awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam
untuk berziarah kubur karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang
tidak baik, misalnya menangis di atas kuburan, bersedih, meratapi, bahkan yang
lebih bahaya dalah mengultuskan mayat yang ada di kuburan. Akan tetapi, karena
mengingat mati itu penting, dan di antara mengingat mati adalah ziarah kubur,
Rasulullah saw. menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Dari
Abdullah bin Buraidah berkata, Rasulullah saw bersabda :
اِنِّى
كُنتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْاهَا
“Aku pernah
melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur.” (HR. Nasā’i).
Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti
berikut.
1.
Mengingat kematian.
2.
Dapat bersikap zuhud (menjauhkan
diri dari sifat keduniawian).
3.
Selalu ingin berbuat baik sebagai
bekal kelak di alam kubur dan hari akhir.
4.
Mendoakan si mayat yang muslim
agar diampuni dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat.
Apabila kita mau berziarah kubur, sebaiknya perhatikan adab atau
etika berziarah kubur, yaitu seperti berikut :
1. Ketika mau berziarah, niatkan dengan ikhlas karena Allah Swt.,
tunduk hati dan merasa diawasi oleh Allah Swt.
2. Sesampai di pintu kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang
diajarkan oleh Rasulullah saw.:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَااَهْلَ الْقُبُرِ فَاِنْشَاءَ اللهُ
بْكُمْ لاَحِكُوْنَ
Artinya : “Keselamatan
semoga tetap bagimu wahai ahli kubur dan Insya Allah kami akan bertemu dengan
kamu semua” (HR. Tarmidy)
3. Tidak banyak bicara mengenai urusan dunia di atas kuburan.
4. Berdoa untuk ampunan dan kesejahteraan si mayat di alam barzah dan
akhirat kelak.
5. Diusahakan tidak berjalan melangkahi kuburan atau menduduki nisan
(tanda kuburan).
6. Tidak berbuat bisng dan bersenda gurau.
Sumber :
1.
Abd. Rahman H.
2018. PAI dan Budi Pekerti. Jakarta. Erlangga
2.
Tim Penyusun.
2014. PAI dan Budi Pekerti. Jakarta, Depdikbud
3.
Muh. Abduh
Tausikal, M.Sc. Tiga yang Mnemani, Dua Pulang, Satu Tersisa.
Rumaysho.com.
5.
Mukhtar –
Nashikun. 2011. PAI untuk SMK dan MAK Kelas XI. Jakarta. Erlangga
----------UUU----------
EVALUASI
Pilihlan
jawaban yang tepat!
1. Yang boleh memandikan jenazah perempuan
yang berumur 7 tahun adalah ......
a. Semua boleh c. Laki-laki saja e.
Adiknya
b. Perempuan saja d. Temannya
2. Apabila ada seorang muslim wafat, maka
kewajiban muslim lainnya adaah daurah jenazah. Salah satunya adalah
memandikannya dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jenazah harus dalam keadaan utuh dan
sempurna
b. Tubuh jenazah harus sudah suci setelah
dimandikan
c. Boleh pakai air apa saja untuk
memandikan jenazah
d. Boleh menyiramkan air walaupun tidak ke
seluruh tubuh
e. Laki-laki atau perempuan tidak jadi
syarat memandikan jenazah
3. Kemuliaan Islam dapat dikaji dari
ketentuan siapa yang boleh memandikan jenazah. Keluarga boleh memandikan
jenazah dengan ketentuan sebagai berikut ......
a. Tahu tata cara dan mampu memandikannya
b. Memiliki hubungan darah yang sangat
dekat
c. Bila perempuan tidak dalam keadaan haid
d. Dapat membaca Al Qur’an dengan tartil
e. Sudah berusia lanjut
4. Mengkafani jenazah menggunakan kain
berwarna ......
a. Biru b. Hijau c. Putih d. Abu-abu e. Apa saja
5. Menurut ijma ulama, jumlah kain kafan
untuk jenazah adalah ......
a. Laki-laki 5 halai dan perempuan 3 helai
b. Laki-laki 3 helai dan perempuan 5 helai
c. Laki-laki dan perempuan sama yakni 3
helai
d. Laki-laki dan perempuan bebas jumlah
helainya
e. Laki-laki 5 helai dan perempuan 7 helai
6. Dalam menyolatkan jenazah, posisi imam
adalah sebagai berikut ......
a. Jika jenazah laki-laki maka imam di
depan perut jenazah
b. Jika jenazah perempuan maka imam di
depan perut jenazah
c. Jika jenazah laki laki maka imam di
depan kaki jenazah
d. Jika jenazah perempuan maka imam di
depan kaki jenazah
e. Imam boleh berdiri di posisi mana saja
7. Di antara rukun shalat jenazah adalah
......
a. Tasyahud c. Surat
pendek e. Shalawat
b. Doa iftitah d. Surat Al Ikhlas
8. Ada kalimat tayyibah yang perlu
dibaca mengikuti tahapan penyelenggaraan jenazah, yaitu
بِسْمِ
اللهِ وَعَلى مِلَّةِ رَسُوْلِ الله
Kalimat tersebut dibaca saat.....
a.
Hendak
membaca Al-Qur’an
b.
Melakukan
shalat Qiyamul lail
c.
Akan
melakukan kebaikan-kebaikan
d.
Memasukkan
jenazah ke liang lahad
e.
Seseorang
akan bepergian jauh
9. Harta banyak, ketenaran dan pangkat
tinggi menjadi tidak berguna, jika ajal sudah datang. Pernyataan dibawah ini bukan
merupakan hal-hal yang disunahkan ketika pemakaman,..........
a.
Memasukkan
jenazah ke liang lahad diawali dengan kepala dahulu
b.
Posisi
jenazah diletakkan dalam posisi miring diatas lambung kanan
c.
Setelah
selesai penguburan, diakhiri pembacaan do’a untuk si mayat
d.
Penimbunan
tanah boleh dilakukan langsung kepada
jenazah
e.
Pipi dan
kaki jenazah supaya ditempelkan ke tanah
10. Ta’ziah merupakan kegiatan mengunjungi
keluarga jenazah yang baru ditinggal wafat. Pernyataan ini yang bukan merupakan
tujuannya,. . . . .
a.
Memberikan
bantuin moril dan material
b.
Menghibur
dan memberi nasihat agar sabar
c.
Mendoakan
yang meninggal agar diampuni
d.
Untuk
menjaga hubungan pertemanan
e.
Sebagai
pelajaran bagi diri sendiri
11. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Ketika
ada yang meninggal dunia kita sebaiknya melakukan ziarah kubur. Berikut adalah
yang bukan tujuan ziarah kubur. . . .
a.
Dapat
melihat kubur
b.
Mencoakan
ahli kubur
c.
Mengingat
kematian
d.
Menghibur
mayat
12.
Perhatikan pernyataan-pernyataan
berikut.
1) Jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus dengan tiga helai kain
kafan, dan
wanita dengan lima helai.
wanita dengan lima helai.
2) Jika jenazahnya laki-laki hendaknya orang yang mengafaninya juga
lakilaki.
3) Tiap helai kain kafan dihamparkan di atas tikar dan diberi
harum-haruman.
4) Jenazah diletakkan di atas kain kafan dengan posisi tangan
diangkat seperti
sedang takbir ihram.
sedang takbir ihram.
5) Seluruh tubuh jenazah dibalut dengan kain kafan kecuali muka
dibiarkan
terbuka.
terbuka.
Dari pernyataan
tersebut, pernyataan yang termasuk ketentuan syariat dalam
mengafani jenazah ialah .…
mengafani jenazah ialah .…
a.
1, 2, dan 4 c. 1, 2, 4,
dan 5 e. 3, 4, dan 5
b.
2, 3, dan 5 d. 1, 2, dan
3
13.
Perhatikan pernyataan berikut.
1)
Yang ṡalat jenazah harus orang Islam.
2)
Merendahkan suara bacaan ketika ṡalat.
3)
Salat jenazah dilakukan setelah
jenazah dimandikan.
4)
Membaca surah setelah al-Fatihāh.
5) Letak jenazah di sebelah kiblat dari yang menyalatkan.
Dari pernyataan-pernyataan
tersebut, pernyataan yang termasuk syarat-syarat
sah ṡalat jenazah adalah .…
sah ṡalat jenazah adalah .…
a.
1, 2, dan 3 c. 3, 4, dan
5 e. 2, 3, dan 4
b.
1, 3, dan 5 d. 1, 2, dan
4
14. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut!
1) Seorang muslimah tidak boleh menyalatkan jenazah laki-laki muslim.
2) Bila jenazahnya laki-laki, letak imam ṡalat jenazah sejajar dengan kepala
jenazah.
jenazah.
3) Laki-laki muslim tidak boleh menyalatkan jenazah wanita muslimah.
4) Bila jenazahnya wanita, letak imam ṡalat jenazah sejajar dengan bagian
tengah badan jenazah.
tengah badan jenazah.
Shalat jenazah gaib harus menghadap di mana jenazah itu dimakamkan. Dari
pernyataan-pernyataan tersebut, pernyataan yang termasuk ke dalam ketentuan
syariat tentang ṡalat jenazah adalah …
a.
1 dan 2 c. 3
dan 4 e. 1, 3, dan 5
b.
2 dan 3 d. 2
dan 4
15. Berikut ini termasuk perbuatan-perbuatan sunah pada waktu
pemakaman,
kecuali ...
kecuali ...
a.
meninggikan kubur sekadarnya
b.
menandai kubur dengan batu atau kayu
c.
menaruh kerikil di atas kubur
d.
menyiram kubur dengan air
e.
penguburan jenazah sebaiknya jangan
disegerakan
Jawablah soal dibawah ini!
1.
Rukun dan
sunah solat jenazah
adalah......................................................................