MUSIBAH (Antara Ujian, Peringatan dan Azab)
Mukadimah.
Musibah sudah
sering menimpa negeri ini. Dari waktu ke waktu sang musibah itu datang
bertubi-tubi. Sebut saja musibah gempa tsunami di serambi Mekah – Nangroe Aceh
Daarussalam – dan Sumatera Utara yang terjadi pada hari Ahad tanggal 26
Desember 2004 di pagi hari sekitar pukul 07.59 WIB.
Gempa dengan
kekuatan 9,1 – 9,3 SR yang mengguncang wilayah Aceh dan Sumatera Utara mengakibatkan
terjadinya tsunami. Air laut naik ke darat dengan kekuatan dan ketinggian luar
biasa yang memporak porandakan daratan dan mengakibatkan korban sebanyak
166.080 jiwa di wilayah tersebut (www.nu.or.id tanggal 20
Januari 2005).
Selain korban
jiwa yang demikian banyak, musibah tersebut juga mengakibatkan kerusakan lahan
pertanian, perkebunan, pemukiman warga dan infrastruktur, semuanya luluh lantah
dan tidak tersisa, nampak seolah-olah tidak pernah ada kehidupan sebelumnya di daerah
tersebut.
Selanjutnya
kita juga menyaksikan bagaimana gempa terjadi di Lombok pada tanggal 29 Juli
2018 dengan kekuatan 6,4 SR yang disusul dengan gempa berkekuatan yang lebih
besar yaitu 7,5 SR pada tanggal 5 Agustus 2018.
Mengutip
catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berdasarkan data dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) gempa tersebut diikuti
ribuan kali gempa susulan yang cukup membuat kerusakan bertambah parah dan
secara psikologis menyebabkan trauma bagi masyarakat. Akibat gempa itu sebanyak
555 orang meninggal dunia dan 390.529 orang mengungsi karena kehilangan tempat
tinggal (www.viva.co.id Tanggal 24
Agustus 2018).
Belumlah
kering bibir kita dari menceritakan bagaimana dan mengapa bencana itu terjadi.
Tiba-tiba kita dikejutkan lagi dengan kabar gempa yang terjadi di wilayah Palu,
donggala, Sigi dan Moutong pukul 18.02 WITA tanggal 28 September 2018.
Kali ini gempa
berkuatan 7,4 SR yang terjadi petang hari tersebut mengakibatkan korban
sebanyak 2.081 jiwa (m.detik.news.com tanggal 14 Oktober 2018) dan ribuan jiwa
terpaksa meninggalkan kampung halamannya mencari perlindungan.
Selain itu
kita juga membaca dan mendengar kabar tentang berbagai bencana, mulai dari
gempa, kebakaran hutan, hujan badai dan lain-lain yang banyak terjadi di negeri
ini. Pertanyaanya adalah, ‘Benarkah ini hanya musibah atau ujian dari Allah?’.
Apa
itu Musibah?
Musibah berasal dari kata ashaaba – yushiibu – mushiibatan, yang
berarti segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun
kesusahan, Namun umumnya dipahami musibah selalu identik dengan kesusahan.
Padahal, kesenangan yang dirasakan pada
hakikatnya musibah atau ujian juga, sebab segala yang terjadi/diciptakan Allah adalah merupakan ujian dari-Nya, sebagaimana firman Allah
hakikatnya musibah atau ujian juga, sebab segala yang terjadi/diciptakan Allah adalah merupakan ujian dari-Nya, sebagaimana firman Allah
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى
الأرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan
apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka
siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”
(QS Al Kahfi/18 :7).
Al Qurtubi
menjelaskan bahwa musibah adalah segala sesuatu yang menyakitkan, merugikan,
menyusahkan orang mukmin dan menimpa dirinya.
Allah
Menguji.
Musibah yang
menimpa sesungguhya adalah merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui
kesabaran serta agar kita menyadari sepenuh hati bahwa segalanya adalah berasal
dari Sang Maha Berkehendak, Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”
(QS. Al Baqarah/2 : 155)
Kesabaran yang
dimaksud bukanlah kesabaran yang bersifat fragmatis atau pasif, akan tetapi
kesabaran dengan penuh kedekatan kepada Allah, mentafakkuri apa yang telah
terjadi, mengapa ini terjadi, ada apa dengan semua ini, sebab sudah barang
tentu Allah memiliki maksud tertentu dari semua yang Dia timpakan.
Selain
itu, janganlah kita lupakan bahwa semua peristiwa ini merupakan ketentuan Allah
yang tiada seorangpun dapat menghalanginya, Allah berfirman :
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا
مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ
الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah, Tidak akan pernah menimpa
kami melainkan apa yang telah Allah tetapkan untuk kami, Dialah pelindung kami,
(karena itu) hanya kepad Allahlah kaum mukmin bertawakkal” (QS.
At Taubah/9 : 51)
Berdasarkan
ayat tersebut, dalam menerima musibah seberat apapun kita harus tabah dan
berprasangka baik (husndzan) bahwa selalu ada kebaikan dan hikmah di balik
musibah. Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berprasangka
baik dan bersabar – dengan pahala (kebaikan yang besar). Siapakah orang-orang
yang bersabar itu? Allah berfirman :
الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ
“(yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun – sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah
kami kembali”
(QS. Al Baqarah/2 : 156).
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Mereka itulah yang akan mendapatkan
keberkahan dan rahmat dari Tuhan mereka, mereka pula yang akan mendapat
petunjuk” QS. Al Baqarah/2 : 157.
Maka
mafhum mukholafah (makna sebaliknya)
dari ayat terakhir ini, bahwa barang siapa yang tidak mau bersabar dan mengembalikan
semuanya kepada Allah, sesungguhnya mereka tidak akan mendapat keberkahan,
rahmat dan petunjuk-Nya.
Mengapa Allah Menimpakan Musibah?
Berbagai
musibah yang menimpa manusia bukanlah peristiwa yang tidak ada gunanya, sia-sia
apalagi kebetulan saja. Allah hendak memberikan pelajaran buat kita atas
peristiwa itu, antara lain :
1. Menguji
keimanan
Saat
seorang siswa belajar di sekolah, guru ingin mengetahui sejauh mana proses
pembelajaran itu berhasil. Maka guru melakukan tes (evaluasi/ujian) terhadap hasil
dari pembelajaran tersebut, sebab tanpa ujian, jangankan guru, bahkan siswa
sendiripun sulit untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap materi pelajaran. Begitulah
Allah menguji manusia untuk membuktikan seberapa tinggi keimanan seseorang
dengan menimpakan musibah, sebagaimana firman-Nya :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ
يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka itu dibiarkan saja mengatakan ‘kami telah beriman’, sedangkan mereka
tidak diuji lagi” (QS. Al Ankabut/29 : 2)
2. Allah
menunjukkan kekuasaannya.
Allah
mengingatkan bahwa manusia itu lemah, Allahlah Yang Maha Kuat dan Maha Perkasa.
Maka dari itu tidak sepantasnya manusia sombong di hadapan Allah, sebab pasti
Allah akan menghancurkannya. Ingatkah kita, bagaimana Allah menghancurkan kaum ‘ad
yang membuat bangunan yang tinggi (sebagai benteng pertahanan) dan belum pernah
dibangun di negeri lain. Kaum Tsamud yang merasa gagah perkasa dan mampu
memotong batu-batu besar. Firaun yang berbuat semena-mena dan Allah
menghancurkan mereka dengan cemeti azab (QS. Al Fajr/89 : 6-13). Bagaimana pula
Raja Namrudz yang menantang Allah dengan mengaku sebagai Tuhan. Allah
mematikannya hanya dengan seekor lalat.
3. Allah
Menunjukkan kesalahan Manusia.
Allah
ingin memberikan peringatan bahwa, semua kesusahan, musibah dan kehancuran adalah
akibat perbuatannya. Maka tidak sepantasnya manusia hanya mengeluh meratap,
menyesali kemudian dia mengkambing
hitamkan Tuhannya atas semua penderitaan ini.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ
مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan
sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu” (QS. Asy Syura/42 :
30).
Dalam
ayat lain Allah berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum/30 : 41).
Penutup.
Sebagai
penutup, penulis ingin mengajak kepada kita semua. Kiranya kita dapat menyikapi
bahwa musibah yang datang kepada kita adalah kehendak-Nya. Dengan musibah
tersebut sesungguhnya Dia sedang berdialog dengan kita, memberi pelajaran dan
peringatan agar kita tetap tabah, meningkatkan ketakwaan kepada-Nya dan mampu
mengambil pelajaran, berhati-hati dalam menapaki kehidupan serta memohon
bimbingan dan perlindungan-Nya.
Wallahu A’lam.